Bentara Budaya kembali hadir menayangkan seri feature budaya yang mengangkat kisah dan kiprah para seniman sebagai upaya pendokumentasian ragam ekspresinya yang sarat makna. Dalam episode kali ini, secara khusus diketengahkan sosok Ki Warsad Darya, dalang wayang golek cepak Indramayu yang masih berkarya saat ini. Lahir di Desa Gadingan, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu sekitar 79 tahun lalu, Warsad menekuni kesenian wayang golek cepak ini bersama Sanggar Jaka Baru yang didirikannya.
Warsad Darya: Tukang Tahu yang Jadi Tokoh Seni
Menariknya, meskipun dia memiliki darah keturunan dalang golek dari buyutnya, Dalang Dasipan atau Dalang Daim, serta diteruskan oleh sepupu ayahnya yakni Dalang Masta, Warsad mengakui bahwa karir mulanya mendalang ditempuh secara otodidak. Dia tidak berguru secara langsung kepada dalang tua. Alih-alih, kecintaannya terhadap seni wayang muncul ketika semasa kecil dirinya berkeliling berjualan tahu dari kampung ke kampung, termasuk pentas-pentas wayang golek hajatan warga sekitar.
Karena alasan kemiskinan, dia dibebani orang tuanya untuk berdagang tahu secara berkeliling. Alasan tersebut juga menjadikan Warsad kecil tidak bisa masuk sekolah rakyat secara rutin. Dia kadang masuk sekolah, kadang tidak. Hingga kelas tiga dijalani juga keadaan seperti itu, sampai akhirnya benar-benar keluar. Tentu saja orang tuanya juga tidak terlalu memprioritaskannya.
Semasa Warsad kecil, hiburan wayang golek kerap dipentaskan pada musim kemarau selepas panen padi. Hampir setiap hari pagelaran ini dilangsungkan, semisal di halaman balai desa, perempatan jalan, area persawahan yang mengering, sampai sekitar pekuburan. Warsad selalu mencoba mendekatkan dagangannya di panggung pentas seraya menikmati alunan irama gamelan serta imajinasi lakon golek.
Ketika menginjak remaja, sekitar usia 16 tahun, Warsad merantau ke Cirebon. Sebabnya lantaran dirinya dijodohkan dengan seorang gadis di kampungnya. “Tapi saya ora seneng sama deweke (tidak senang pada istrinya). Saya tinggal dia ke Cirebon. Melarikan diri saya....,” kata Warsad ketawa. Jarak desanya di Indramayu ke Cirebon, bukanlah jarak yang dekat, lebih 70 km, apalagi kondisi transportasi dan jalan di tahun 1960-an tentulah memprihatinkan.
Perantauan Warsad ini tidak berlangsung lama. Beberapa tahun berselang dia kembali ke Indramayu karena meninggalnya adik laki-laki kesayangannya. Warsad pulang ke rumah dan mendapati usaha penggilingan tahu keluarganya juga terlanjur tutup. Seketika dirinya ingin sekali melipur kesedihan dengan memiliki banyak teman. Maka dibuatnya pentas wayang kulit sederhana di halaman yang bahan-bahannya dibuat dari kertas sampul buku dan bekas saringan tahu. Gamelannya dari kaleng dan wadah seadanya. Meskipun apa adanya, pementasan pelipur duka ini ternyata sanggup memikat anak-anak tetangga dan lambat laun kian diperhatikan oleh nayaga atau pemusik gamelan serta tokoh-tokoh di kampungnya. Itulah asal muasal Warsad kemudian menjadi seorang dalang golek.
Ki Dalang Warsad, Diversifikasi Usaha Seni yang Tidak Pernah Mati
Bentuk dan Lakon Wayang Golek Cepak
Wayang golek di Indramayu sangat berbeda dengan wayang golek purwa atau wayang golek Sunda. Di Indramayu wayang golek memanggungkan tiga jenis lakon, yakni cerita panji, menak, dan babad. Hal ini berbeda dengan wayang golek Sunda yang melakonkan Mahabharata dan Ramayana, sebagaimana wayang kulit purwa.
Begitu pula dengan bentuk wayang goleknya. Jika pada golek purwa karakter wayangnya berhiaskan mahkota, maka di Indramayu golek-golek ini berbentuk sederhana tanpa gelungan. Inilah yang menyebabkan penyebutan namanya menjadi wayang golek cepak, merujuk pada komentar pihak Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Barat yang beranjangsana ke Indramayu sekitar tahun 1960-an. Versi lain penyebutan namanya mengacu pada nama seorang dalang tersohor dari Indramayu, yaitu Ki Pakpak.
Ki Warsad berusaha meneruskan sanggar dan kemampuan mendalangnya kepada putra-putrinya. Salah satu anaknya, Rasnoto, telah muncul menjadi dalang golek, begitu pula adiknya bernama Oni. Sedangkan putrinya, Cinati, lebih dikenal sebagai sinden. Sanggar Jaka Baru sendiri dikelola oleh putranya yang lain bernama Shadim.
Atas dedikasinya, Ki Warsad telah menerima berbagai anugerah, antara lain Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (2019), dan penerima Anugerah Seni dan Budaya Indramayu dari Bupati Indramayu (2021).
Jadwal tayang :
Jumat, 17 Desember 2021
Pukul 19.00 WIB
Live via YouTube Channel Bentara Budaya