Pameran Drawing Experimental
“Indonesia Kini, 25 Tahun Peristiwa Mei 98”
Pembukaan Pameran: Jumat, 19 Mei 2023, pukul 19.00 WIB
Gambar Bareng Bentara Muda: Sabtu, 27 Mei 2023, pukul 14.00 – 17.00 WIB
Pameran Berlangsung: 20 - 29 Mei 2023, pukul 10.00 - 18.00 WIB
di Bentara Budaya Jakarta, Jl. Palmerah Selatan No.17, Jakarta Pusat
---
Refleksi 25 Tahun Peristiwa Mei 1998
Kata “reformasi” pernah menjadi sihir yang mengubah tatanan negara dalam sekali hentak. Begitu kata itu ditiupkan dari jendela-jendela kampus dan kemudian diteriakkan di jalan-jalan kota, rezim Soeharto yang telah berkuasa secara “absolut” selama 32 tahun pun tersungkur. Tepatnya pada 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI. Pengunduran diri seorang penguasa yang hampir-hampir mustahil dilengserkan, menjadi momentum penting dalam sejarah bangsa. Ia menjadi simbol kebebasan dari belenggu “kemaha-kuasaan” rezim militeristik, yang menggunakan bedil sebagai senjata untuk mempertahankan kekuasaan.
Pertanyaan paling penting yang menderu-deru di segala ruang hidup kita hari ini, apa yang terjadi setelah rezim otoriter itu berhasil ditumbangkan? Apakah mantra reformasi itu masih menjadi sihir yang ampuh untuk mengubah kenyataan? Setelah 25 tahun waktu berlalu, apakah bangsa ini telah benar-benar merunut peta jalan yang dicoretkan di dinding-dinding kota selama aksi demonstrasi para mahasiswa itu?
Dalam kerangka itulah Bentara Budaya menyelenggarakan open call kepada para perupa di Tanah Air. Kita bersama ingin menjaring pikiran-pikiran kritis, aspiratif, gelisah, kecewa, suka dan duka, tentu saja juga pujian (kalau ada), yang disampaikan dengan cara-cara artistik. Dalam pandangan kami, karya-karya drawing dianggap mampu mewakili elemen-elemen dasar keseni-rupaan. Ia bersifat spontan dan jujur dalam melihat tragedi kemanusiaan. Di situ drawing kita tempatkan sebagai kata pertama yang diucapkan oleh para penyair saat sebuah peristiwa membentur kolam intuisinya.
Muncullah idiom-idiom yang bisa menjadi sangat ikonik seperti: trauma, kain belacu, bingkai yang retak, saksi bisu, kebebasan, berkabung, oportunis, rekonsiliasi, luka, sandal jepit, dan eksperimen sosial. Idiom-idiom ini telah mewakili segala aspirasi, kekecewaan, rasa duka, dan harapan setelah melakukan “perziarahan” ke masa lalu. Setelah berjarak sejauh 25 tahun, apakah mantra sakti reformasi itu masih bertuah? Rasanya pantas kita susuri satu demi satu karya 46 perupa yang berhasil lolos kurasi dari para kurator Bentara Budaya, serta 12 karya para seniman yang diundang secara khusus dalam pameran ini. Harapannya, Pameran Drawing Eksperimental: Indonesia Kini, 25 Tahun Peristiwa Mei’98 ini, menyajikan cermin besar di mana kita secara bersama-sama merefleksi diri untuk sesuatu yang lebih nyata dan baik.
Kurator Bentara Budaya