MENGAWAL SENI BUDAYA NUSANTARA
Bentara Budaya didirikan di Yogyakarta 26 September 1982 dengan candra sengkala atau penanda tahun, “Manembah Hangesti Songing Budi.” Istilah ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk mempersembahkan kemuliaan pikiran. Persembahan ditujukan untuk memajukan peradaban manusia. Dalam konteks nasional berarti kesadaran untuk mengawal sosok kebudayaan Nusantara. Semangat itu pula yang mendorong pendirian Bentara Budaya Jakarta, pada 26 Juni 1986. Pada Januari 2009, Bentara Budaya juga mengelola Gedung Balai Soedjatmoko di Solo, Jawa Tengah; dan pada September 2009, diresmikan Bentara Budaya Bali di kawasan Ketewel, Gianyar, Bali.
Bentara kemudian menjadi panggung yang menampilkan karya para seniman lintas bidang dan lintas generasi dari berbagai daerah. Mereka ditampilkan agar mendapatkan apresiasi dan support lebih luas sehingga praktik seni budaya terus berdenyut hidup di tengah masyarakat. Saat bersamaan, digamit pula wacana seni kontemporer alias kekinian.
Saat berbarengan, Bentara juga berusaha untuk membantu para seniman agar dapat terus bertahan dan berkreasi di tengah perubahan zaman. Komitmen itu selaras dengan visi PK Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama (1931-2020), dua pendiri Kompas Gramedia, yang melahirkan Bentara sebagai lembaga kebudayaan Kompas Gramedia.
Dalam rubrik “Kompasiana,” di harian Kompas, 10 November 1969, misalnya, Ojong kasih catatan menarik. Sebagaimana lama berlangsung di luar negeri, dia berharap, kita di Indonesia juga lebih mengapresiasi karya seni dan menghargai sebagai investasi. Langkah itu akan membantu para seniman untuk dapat hidup baik dan turut mengharumkan nama bangsa dengan karya-karyanya.
Ojong bahkan pernah turun tangan sendiri untuk membantu seniman. Dia pernah memesan buku tentang seni lukis lewat Toko Buku Gramedia dan memborong cat lukis akrilik dari toko-toko di Jakarta, lalu dikemas ke dalam dua koper besar. Semua itu kemudian dibawa kartunis Kompas, GM Sudarta, ke Bali dan dibagikan kepada sejumlah pelukis (Helen Ishwara, “PK Ojong: Hidup Sederhana, Berpikir Mulia,” 2001).
Komitmen itu juga ditunjukkan Jakob Oetama. Dalam satu kesempatan di Bentara Budaya, dia mengingatkan, “Dengan menghidupkan kesenian dan menggeluti kebudayaan, hidup kita akan diperkaya” (“Menghidupkan Kesenian, Menggeluti Kebudayaan”, Kompas, 26 September 2017).
Visi dan komitmen PK Ojong dan Jakob Oetama diterjemahkan dan diterapkan dalam program-program Bentara Budaya. Salah satu bentuknya, pemberian penghargaan untuk para seniman/ budayawan. Itu sudah dilakukan beberapa kali.
Pada ulang tahun ke-30, tahun 2012, Bentara memberikan penghargaan kepada 10 seniman. Lima tahun berikutnya, pas ulang tahun ke-35 tahun 2017, diberikan penghargaan kepada tujuh seniman.
Para seniman itu dipilih melalui proses seleksi dari para kurator Bentara. Para seniman itu dinilai berkomitmen untuk mengabdikan diri dalam pengembangan seni budaya di Nusantara. Tak sekadar berkarya dan mendapat pengakuan luas, mereka juga aktif mendorong regenerasi di kalangan muda. Lewat jalan kesenian, mereka memberdayakaan masyarakat dan turut memperkaya ekspresi kebudayaan Nusantara yang majemuk.
Para seniman terpilih berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Disiplin seninya juga beragam, seperti seni rupa, sastra musik, tari, dan topeng. Mereka memiliki jejak menekuni seni yang jelas dalam jangka waktu lama. Sebagian penerima penghargaan Bentara tahun 2012 dan 2017 itu telah berpulang.
Kini, pada momen ulang tahun ke-40 tahun 2022, Bentara kembali memberikan penghargaan. Kali ini, ada empat seniman yang terpilih dengan berbagai pertimbangan sebagaimana sebelumnya.
Pemilihan juga melalui proses pencarian dan diskusi di antara para kurator Bentara, yaitu Sindhunata SJ, Hermanu, Efix Mulyadi, Frans Sartono, Putu Fajar Arcana, dan Ilham Khoiri. Keempat seniman itu adalah Serang Dakko, Sahilin, Warsad Darya, dan Ong Hari Wahyu.
Serang Dakko adalah maestro pembuat dan pemain gendang di Sulawesi Selatan. Lahir di Desa Kalaserena, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun 1939, dia menekuni seni tradisi itu sejak usia sembilan tahun sampai sekarang. Pertunjukkan seninya ditampilkan di banyak kota di Indonesia serta mancanegara, seperti di Hongkong, China, Singapura, Amerika, Australia, beberapa negara Eropa. Selain pentas, dia juga tekun membagikan ilmunya kepada kaum muda di rumahnya yang disebut “Sanggar Alam”.
Sahilin adalah maestro seni musik dan sasta tutur Batanghari Sembilan di Sumatera Selatan. Lahir di Ogan Komering Ilir, Sumsel, tahun 1954, lelaki ini sakit mata sehingga kehilangan penglihatannya sejak usia lima tahun. Dia lantas belajar musik Batanghari Sembilan, seni musik yang diiringi gitar tunggal dengan lirik pantun-pantun Melayu khas Sumatera Selatan. Dia mahir dan menghapal banyak pantun. Sejak hijrah ke Palembang, dia semakin sering tampil dalam berbagai pentas seni. Sejak tahun 1975, dia merekam karyanya sampai sekarang.
Warsad Darya adalah maestro wayang cepak khas Indramayu, Jawa Barat. Dia menjadi dalang seni tradisional ini sejak tahun 1960-an, saat usianya masih belasan tahun. Tahun 1964, dia mendirikan Sanggar Jaka Baru di Sliyeg, Indramayu. Dia telah banyak keliling untuk pentas di banyak kota di Nusantara, bahkan mancanegara. Dia juga membuat beberapa karakter wayang. Berkat binaan di sanggarnya, sejumlah anak muda, termasuk tiga anak lelaki Warsad, kini juga menekuni seni tradisi itu.
Ong Hari Wahyu disebut sebagai seniman organik karena melebur dengan warga dan menggerakkan kesenian di tempat tinggalnya di Kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Para seniman di Yogyakarta, warga setempat, seniman dari luar daerah, bahkan mancenagara, turut menghidupkan berbagai ekspresi seni rupa, musik, atau teater di kampung tersebut. Ong juga aktif mengembangkan desain sampul buku untuk sejumlah penerbit dengan gaya khas lawasan (retro), menjadi “art director” untuk sejumlah film, serta penata panggung pentas teater. Sebagai desainer grafis, karyanya kerap ditampilkan dalam banyak pameran.
Selamat untuk empat seniman penerima penghargaan Bentara Budaya tahun 2022. Terima kasih untuk para kurator yang telah memilih para seniman. Penghargaan untuk seluruh tim Bentara yang bekerja keras mewujudkan program baik ini.
Jakarta, 24 September 2022
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia
*tulisan ini dimuat dalam buku Katalog "Penghargaan Bentara Budaya 2022"