Cinta yang Menyatukan Musik dan Lukisan
Apa yang sebenarnya ingin dicapai seniman melalui karya seni, seperti musik dan lukisan? Salah satunya adalah "eros" atau cinta.
Dalam mitologi Yunani kuna, "eros" diceritakan sebagai Dewa Cinta. Pada masa Hellenistik atau zaman Romawi kuna, eros bahkan kerap digambarkan sebagai sosok bocah lelaki bersayap yang suka kelayapan ke mana-mana sambil menenteng busur beserta anak panah. Ketika anak panah dilontarkan dan menancap pada manusia, tumbuhlah rasa cinta.
Cinta selalu menjadi perhatian utama para seniman. Lewat bermacam ekspresi karya seni, para seniman mendedahkan drama cinta dengan segenap lika-likunya. Paling lumrah adalah cinta antara sepasang kekasih yang dimabuk asmara, tetapi harus mengatasi sandungan onak-duri yang menguras air mata, pedih-perih, dan nestapa.
Namun, cinta dapat ditarik pada kesadaran lebih luas. Cinta bisa mencakup kasih sayang pada sesama manusia, pada kehidupan, semesta, bahkan juga pada Tuhan.
Hasrat untuk mengulik cinta menjadi tema favorit seni musik dan seni rupa. Sebenarnya tak hanya musik dan rupa, semua seni juga memuja cinta. Namun, di sini, kita akan batasi hanya membicarakan kedua jenis seni itu.
Baik musik maupun rupa berusaha mengeksplorasi sisi dramatik cinta. Hasilnya kemudian diolah dengan daya imajinasi, lantas diekspresikan dalam wujud berbeda. Musik berupa lantunan nada/irama, sementara seni rupa dalam bentuk visual, seperti lukisan.
Sejak dulu hingga sekarang, entah sudah berapa juta karya musik yang mengangkat kisah cinta manusia. Entah itu berbentuk musik pop, rock, jazz, hiphop, keroncong, dangdut, gending, hampir semuanya mendendangkan cinta tiada habisnya.
Begitu pula seni rupa, terutama lukisan, yang berusaha menggambarkan cinta. Kanvas para pelukis dipenuhi drama cinta yang dituangkan dalam ragam visual, mulai dari realis, impresionis, surealis, kubistis, bahkan abstrak.
Selain dipertemukan oleh tema cinta, musik dan rupa memang punya hubungan dekat. Saking dekatnya, ada sejumlah seniman yang menggeluti dua bidang itu sekaligus. Seniman yang berpendidikan formal seni rupa bisa saja terjun dalam dunia musik. Sebaliknya, seorang seniman yang sehari-hari menggeluti musik malah kepincut untuk melukis.
Lagu atau lukisan hasil karya para musisi itu menggugah imajinasi publik. Saat mendengarkan musik, misalnya, kita bisa terbawa pada bayangan lukisan yang indah. Ketika melihat lukisan, mungkin kita seakan terhanyut dalam alunan nada yang mendebarkan.
Dengan semangat itu, Bentara Budaya mengundang sejumlah seniman yang bergelut dalam dunia musik untuk menampilkan karya seni rupa. Mereka adalah Arian, Devy Ferdianto, Egi Fedly, Farman Purnama, Ferina Widodo, Guruh Sukarno Putra, Heydi Ibrahim, Jason Ranti, Jimi Multhazam, John Martono, Sam Bimbo, Sri Krishna Encik, Sudjiwo Tejo, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Tommy Karmawan.
Mereka semua selama ini dikenal sebagai musisi, vokalis, pemain musik, pencipta lagu, atau konduktor. Namun, sebenarnya mereka juga melukis. Atau sebaliknya, sebenarnya mereka pelukis, tapi kemudian bermusik.
Coba kita runut satu per satu. Arian pernah mendirikan dan menjadi gitaris band Maximum Deaf Impact, bergabung dalam band Puppen, mendirikan band Derai, dan kemudian Seringai. Dalam grup terakhir ini, dia menjadi vokalis dan penulis lirik lagunya. Di luar musik, Arian meanjutkan jejak kakeknya, S Sudjojono, dengan studi Desain Produk di Fakultas Seni Rupa & Desain ITB. Dia aktif menggarap cover album musik, melukis dan berpameran.
Devy Ferdianto serius menekuni studi grafis Fakultas Seni Rupa & Desain Institut Teknologi Bandung (ITB), Hochschule Fuer Bildende Künste di Braunschweig, Jerman, dan Canadian School for Non-Toxic Printmaking di Kanada. Di sela-sela itu, dia menjadi music director (konduktor) untuk Big Band Salamander.
Egi Fedly menempuh pendidikan formal Seni Patung, Fakultas Seni Rupa, di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di luar itu, dia menjadi aktor dan menekuni musik. Saat kuliah, dia sempat membentuk grup musik Benclunk-Benclunk (1979) dan Babadotan (1980), kini terus menciptakan lagu, bermain musik, dan bernyanyi.
Farman Purnama adalah sarjana arsitektur ITB Bandung, tetapi kemudian serius belajar seni pertunjukan vokal klasik di Utrecht Conservatory (Hogeschool voor de Kunsten Utrecht), Belanda. Dia penyanyi tenor dan menciptakan banyak lagu dan beberapa aransemen paduan suara, dan meluncurkan album solo "Farman" pada 2017. Kini, dia menjadi pengajar vokal di The Resonanz Music Studio, selain juga melukis.
Ferina Widodo adalah alumnus Seni Rupa ITB Bandung, yang berkarya seni rupa dan berpameran. Selain itu, dia selama bertahun-tahun dia menjadi anggota grup vokal Elfa’s Singers. Musik dan seni rupa menjadi kesehariannya.
Guruh Sukarno Putra, putra Proklamator dan Presiden RI Soekarno, punya banyak dunia. Dia seorang politikus, musisi, dan pelukis. Dia mendirikan Swara Mahardhika, Guruh Gipsy, dan Gank Pegangsaan bersama Keenan Nasution, Abadi Soesman, dan Chrisye. Semua itu tak menyurutkan hasratnya untuk serius melukis.
Heydi Ibrahim dikenal sebagai vokalis grup band Powerslaves. Bersama kelompok yang didirikan di Semarang pada 1991 ini, dia menggeluti musik. Saat senggang, dia menyalurkan daya kreatifnya lewat lukisan.
Jason Ranti seorang penyanyi dan penulis lagu sekaligus pelukis. Latar belakang Pendidikan formalnya adalah psikologi yang ditempuh di Universitas Atma Jaya Jakarta. Namun, sejak muda, dia senang melukis. Kini, dia lebih populer sebagai penyanyi yang telah menelurkan sejumlah album.
Jimi Multhazam adalah seorang musisi yang tergabung dalam grup Morfem dan The Upstairs. Di luar aktivitas musik, dia juga melukis. Maklum, pendidikan formalnya di seni rupa Institut Kesenian Jakarta.
Sam Bimbo, bernama asli Samsuddin Hardjakusumah, bersama saudaranya tenar sebagai pemusik dan penyanyi grup musik Bimbo. Banyak album dirilis. Keasyikan itu tak menutupi hasratnya untuk melukis dan berpartisipasi dalam banyak pameran. Dia secara formal adalah lulusan Fakultas Seni Rupa ITB.
Sri Krishna Encik, seorang penyanyi dan pemain gitar, banyak tampil dalam komunitas indie di Yogyakarta. Pada 2018, dia meluncurkan album "Celeng Dhegleng", yang terinspirasi dari lukisan Djoko Pekik. Encik sendiri juga aktif melukis dan berpameran.
Sujiwo Tejo menempuh pendidikan formal Matematika dan Teknik Sipil ITB. Sempat menekuni profesi jurnalis di koran Kompas, kemudian lebih aktif sebagai dalang wayang kulit, musisi, penyanyi, dan aktor film. Dia masih sempat juga melukis dan berpameran.
Susilo Bambang Yudhoyono, lebih dikenal sebagai SBY, adalah jenderal TNI yang terpilih dalam pemilu langsung oleh rakyat sebagai Presiden RI tahun 2004-2014. Dia mendirikan Partai Demokrat yang terus berkembang hingga sekarang. Selain sibuk di dunia militer dan politik, SBY juga gemar menyanyi dan menciptakan lagu. Belakangan, dia asyik melukis dan membidani SBY Art Community.
Tommy Karmawan, dikenal sebagai gitaris band rock Garux. Di luar dunia musik, dia telah menggeluti dunia lukis sejak kecil sampai sekarang. Karyanya cenderung bergaya surealis dengan memadukan obyek-obyek manusia urban.
Donny Suhendra (almarhum), gitaris band Krakatau, juga senang melukis. Salah satu lukisannya, "Borobudur", diberikan pada sahabatnya, Dewa Budjana. Budjana, gitaris grup Gigi, punya banyak koleksi gitar yang dilukis oleh sejumlah perupa, sepeti Jeihan, Nyoman Gunarsa, Astari Rasjid, Srihadi Soedarsono, dan Putu Sutawijaya.
Musisi Purwatjaraka pernah berkolaborasi dengan pelukis John Martono, lulusan Fakultas Seni Rupa & Desain ITB Bandung. Purwatjaraka memesan khusus piano berwarna putih bersih, dan meminta John untuk mencorat-coretnya. Hasilnya, piano yang penuh lukisan warna-warni.
Karya para musisi serta koleksi gitar dan piano yang dilukis itu kini ditampilkan dalam Pameran Seni Rupa "Nada Merupa" di Bentara Budaya Jakarta, 18-28 September 2025. Sesuai tajuknya, pameran ini dapat dilihat dari dua sisi. Satu sisi, kita menikmati sensasi visual lukisan, grafis, atau kolase yang indah. Sisi lain, kita dapat menyelami latar belakang para musisi yang selama ini bergumul dalam jagat musik.
Pameran ini menunjukkan kedekatan, bahkan mungkin perbauran, antara dimensi seni rupa dan musik. Kedekatan itu terutama dihubungkan oleh “eros”, cinta kasih. Baik saat berkarya seni suara (audio) maupun seni rupa (visual), para seniman itu mengekspresikan rasa cinta pada sesama manusia, kehidupan, lingkungan, semesta, dan pada Tuhan.
Apresiasi untuk para seniman peserta pameran, termasuk kolektor karya seni yang ditampilkan dalam pameran ini. Terima kasih untuk Frans Sartono dan Efix Mulyadi yang menangani kurasi dan tim Bentara Budaya yang mengerjakan berbagai teknis persiapan. Penghargaan untuk semua pihak yang memberikan support sehingga program berjalan baik.
Palmerah, 17 September 2025
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management,
Corporate Communication Kompas Gramedia