Itulah nukilan puisi Perempuan-Perempuan Perkasa karya penyair Hartoyo Andangjaya. Nulilan itu membayangi kami sewaktu memilih lukisan koleksi Bentara Budaya yang hendak ditampilkan dalam pameran Per-Empu-an. Ada kemiripan semangat dengan dengan tema pameran yang digelar untuk mengingat semangat perjuangan Kartini itu. Semangat dan perjuangan tersebut kemudian ditarik sebagai tema besar, dan kita tempatkan ke dalam lanskap pergumulan perempuan di Indonesia.
Bentara Budaya memilih sebanyak 56 koleksi karya seni rupa. Koleksi tertua adalah lukisan yang dibuat Soebanto tahun1941 yaitu Putri Mangkunegara VII . Adapun koleksi terkini adalah karya berjudul Ambrosia karya Harindarvati tahun 2019. Mereka sekaligus menjadi wakil generasi. Soebanto kelahiran awal 1990an, sedangkan Harindarvati lahir pada era tahun 1980an. Pemilihan koleksi didasari oleh berbagai pertimbangan. Yang utama adalah kesesuaian karya dengan tema perjuangan perempuan dalam kehidupan, seperti yang pernah diperjuangkan oleh Kartini.
Pada sejumlah karya, tampak jejak juang perempuan di balik tembok keraton hingga perempuan desa dengan sawah-sawahnya. Ada perempuan desa, hingga para sosialita di gemerlap kota. Dari penari tayub di pelosok desa, hingga penari goyang di panggung hiburan. Dari para bakul di pasar-pasar, hingga para pekerja migran di negeri orang.
Jika diperhatikan dari karya koleksi yang ditampilkan, secara umum para pelukis generasi "old master" mempunyai pandangan ideal tentang perempuan adalah sosok ibu, pengayom, penyayang, dan istri setia. Seperti lukisan Istri karya Soedibio. Mereka juga pejuang pembela keluarga, pencari nafkah untuk keluarga atau bread winner seperti kita jumpai pada karya Batara Lubis, dan Ipe Ma’aruf
Seniman pada generasi setelah para senior itu, banyak memotret perempuan dalam berbagai fungsi, peran, dengan segala problematika hidup yang luas dan kompleks . Mereka hidup di tengah merebaknya pemikiran tentang peran ganda, identitas, persamaan hak, dampak industrialisasi, hubungan antar warga yang makin renggang kesepian khas masyarakat modern dan lainnya.
Karya-karya dalam pameran sedikit banyak mencatat langkah para petarung perkasa, penuh rasa welas asih yang memang bersemayam dalam nalurinya itu. Kita jadi teringat ucapan Kartini, “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya ..”