Imlek: Merayakan Kebersamaan
Gus Dur dalam bayang-bayang liong atau naga dan kerlap lampion. Itulah Behind the Scene of Imlek karya Galuh Taji Malela. Karya ini senapas dengan pameran yang digelar Bentara Budaya yaitu Merayakan Kebersamaan . Semangat kebersamaan, mewarnai Imlek karena di sana ada keluarga, dan handai taulan berkumpul untuk mengeratkan tali pergaulan, persahabatan, dan persaudaraan.
Kebersamaan dalam ruang kehidupan diharapkan pula mewarnai kehidupan masyarakat di negeri ini. Suasana itu dihadirkan lewat karya sepuluh seniman: Andre Tanama, Fatih Jagad Raya , Galuh Taji Malela, Hanny Widjaja, Nisan Kristiyanto, Putu Sutawijaya, Sarnadi Adam, Sidik W Martowidjojo, Syakieb Sungkar, Teguh Ostenrik, dan Vy Patiah.
Komunikasi Budaya
Semangat kebersamaan sebenarnya sudah tumbuh berabad-abad silam, jauh sebelum nama Indonesia muncul. Ada ruang di mana masyarakat dari berbagai latar belakang kultural tumbuh bersama. Di ruang itu tumbuh pergaulan budaya. Buku Orang Padang Tionghoa -Dima Bumi Dipijak, Disinan Langik Dijunjuang tulisan Riniwaty Makmur (Penerbit Buku Kompas- 2018) menggambarkan bagaimana pergaulan budaya tumbuh di ruang kehidupan Padang.
Salah satunya di ranah kuliner. Lidah orang Tionghoa merespons rendang Minang, dan hasilnya adalah rendang Tionghoa dengan cita rasa lebih ringan. Ini berbeda dengan rendang “made in” Minang yang terkesan lebih menyengat dan nendang. Rupanya terjadi tawar menawar lidah. Daging pada rendang Minang terlihat lebih gelap, dan terasa lebih menyengat pedas karena porsi rempah dan cabai yang lebih banyak, ketimbang rendang bikinan orang Tionghoa.
Pergaulan budaya masyarakat Tionghoa di Padang juga menumbuhkan apa yang disebut sebagai bahasa Minang Pondok. Sebutan Pondok mengacu pada daerah pecinan di Padang bernama Kampung Pondok. Sebagai contoh, bahasa Minang ambik (ambil) dalam bahasa Minang Pondok menjadi ambek. Kemudian angkuik (angkut) menjadi angkuk. Minang Pondok juga cenderung mengganti imbuhan “– nyo” di belakang kata benda (nomina) menjadi “-nya”.
Penggunaan bahasa Minang Pondok dikatakan telah membuktikan efektifitas adaptasi dalam komunikasi budaya di masyarakat. Bahasa Minang Pondok juga diakui sangat mendukung kohesivitas atau kelekatan hubungan di masyarakat.
Pergaulan budaya di Padang itu juga terjadi di berbagai tempat di negeri ini. Buah-buah pergaulan itu mewujud dalam berbagai bentuk mulai dari kuliner, tari, sampai busana.
Pergaulan Budaya
Karya-karya dalam pameran Merayakan Kebersamaan ini seperti catatan hasil pergaulan budaya. Di dalamnya ada dialog kultural, dan tawar-menawar gagasan. Para seniman juga mencatat sejarah, serta harapan akan pentingnya hidup bersama-sama di ruang yang guyub dan terbuka. Karya-karya dalam pameran ini bagaikan narasi visual tentang buah-buah dari pergaulan budaya. Ada pula catatan-catatan perjalanan dalam tata hubungan, idealisme hidup bersama yang melahirkan keindahan, yang kemudian dapat dinikmati bersama pula.
Sarnadi Adam yang lahir dan tumbuh, dalam lingkungan budaya Betawi, memotret memori masa kecilnya saat menonton tari Cokek. Baginya, tari yang dipengaruhi oleh elemen budaya Tionghoa itu identik dengan budaya Butawi. Sebelum konsep Indonesia ada, kata Sarnadi, masyarakat Betawi sudah tumbuh dalam satu ruang hidup bersama dengan masyarakat Melayu, China, Arab, Portugis, dan Belanda. Dari sana terjadi saling-silang pengaruh kultural yang kemudian melahirkan bentuk kesenian. Hasilnya antara lain tampak pada tari Cokek, busana pengantin Betawi dan lainnya.
Seperti kesenian-kesenian tradisi lain, Cokek juga mulai terpinggirkan. Begitu juga pakaian adat pengantin Betawi yang terpengaruh oleh elemen busana China. Vy Patiah mengungkapkan kekhawatrian akan tergesernya pakaian pengantin Betawi dalam karya Dia Kembang yang Hilang Ditelan Zaman. Busana pengantin Betawi menurutnya sudah tergeser oleh busana pengantin entah dari mana.
Harmoni
Pergaulan budaya merupakan upaya yang bersemangat seiring sejalan, bukan pemaksaan. Hanny Widjaja menegaskan itu dalam lukisan Seiring Sejalan: dua sosok berjalan, saling bergandeng tangan. Hasil upaya seiring sejalan tersebut dicontohkan Hanny lewat lukisan berupa kabaya, dalam karya berjudul Peranakan. Istilah peranakan merujuk pada orang keturunan Asia Tenggara dengan pendatang termasuk. Dari sana lahir budaya peranakan, yang salah satunya berupa kain kebaya, busana yang dikenakan perempuan secara meluas di negeri ini hingga hari ini.
Buah dari pergaulan budaya itu juga disampaikan Hanny dalam lukisan berupa penari Topeng Cirebon. Ia memberi judul lukisan ini sebagai Live in Harmony. Tampaknya, harmoni menjadi kata kunci dalam kehidupan bersama. Teguh Ostenrik dalam seni video Alur Harmoni menggambarkan bagaimana suatu bentuk keindahan itu tersusun dari lapisan-lapisan unsur yang menyatu. Lapisan, irisan, bahkan serpihan-serpihan tersebut datang dari berbagai penjuru, lalu membentuk sosok yang kemudian kita kenal sebagai topeng China. Lapisan-lapisan itu bisa diartikan sebagai keberagaman. Fatih Jagad Raya lewat sejumlah karyanya mengatakan bahwa keberagaman budaya merupakan keuntungan bagi negeri ini.
Hasil pergaulan budaya memang mengalami pasang surut di negeri ini. Gus Dur dianggap banyak berjasa dalam membangkitkan kembali semangat kebersamaan. Andre Tanama menggambarkan suasana sebelum Gus Dur dan setelah Gus Dur dalam dua lukisannya. Ia menampilkan sosok gadis kecil yang ia beri nama Gwen. Pada lukisan Gwen Silent, tampak gadis kecil Gwen dipangku Gus Dur. Kepala Gwen menunduk, mata terpejam, dan mulut tertutup kain. Pada karya berikutnya, The Art of Silence, Gwen untuk pertama kali membuka mata. Akan tetapi mulut masih tertutup oleh jarinya yang seperti memberi isyarat “Ssstt…!” Ia mengenakan pakaian astronot yang steril, dan dilengkapi perangkat penunjang hidup di angkasa luar. Gwen sudah tampak cerah, akan tetapi masih terkesan gelisah, dan tetap waspada.
Angpau
Satu rangkaian dengan perayaan Imlek adalah berbagi angpao. Dan itulah yang paling diingat oleh Syakieb Sungkar yang dilukiskan dalam karya Bagi-Bagi Angpau. Si amplop merah itu dibagikan saat keluarga berkumpul. Syakieb pernah menjadi salah satu direktur dalam perusahaan yang memiliki budaya merayakan Imlek. Ia menghayati hangatnya kebersamaan dari keluarga besar di perusahaan yang ia pimpin. Dari budaya kumpul di saat Imlek ini Syakieb merasakan adanya aura suka cita berbagi dari yang mampu kepada yang kurang mampu. Sebuah budaya guyub rukun, bahagia, dan ada unsur berbagi demi kehidupan sejahtera, merata.
Syakieb dalam “Bagi-Bagi Angpau” membagi dunia menjadi dua budaya. Dunia pertama adalah mereka yang tumbuh dalam budaya rukun saling berbagi. Adapun dunia kedua, adalah dunia di bawah meja yaitu mereka yang tumbuh dalam tabiat saling berebut.
Imlek lahir dari keindahan, dan harapan. Nisan Kristiyanto menyampaikan keindahan bunga musim semi lewat Memaknai Bunga-Bunga. Di balik keindahan bunga Nisan, ada keindahan harapan akan kehidupan yang sejahtera seperti diucapkan orang pada perayaan Imlek. Dan semoga harapan indah itu mewujud bagi rakyat di negeri ini…
Frans Sartono
Kurator Bentara Budaya