Menjaga Mimpi Indonesia
Indonesia baru saja merayakan kemerdekaan ke-78 pada tahun 2023. Anugerah yang patut disyukuri, bahwa negeri ini mampu bertahan di tengah dinamika sosial politik dalam dan luar negeri. Ke depan, tantangan semakin keras.
Pada tahun 2045, atau 22 tahun lagi, Indonesia bakal memasuki usia 100 tahun alias seabad dihitung sejak Proklamasi tahun 1945. Momen yang akan tiba itu disebut sebagai “Indonesia Emas”. Kata “Emas” merujuk pada mimpi tercapainya cita[1]cita bangsa yang berkemajuan: “Indonesian Dream.”
Jika merujuk pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945, maka mimpi Indonesia sudah gamblang. Kita akan menjadi “modern nation state” yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Namun, sebaiknya kita tak larut dalam pesimistis berlebihan. Sebenarnya kita punya modal besar untuk menatap masa depan dengan lebih optimistis. Banyak energi positif yang berpendar di sekeliling yang menyadarkan kita bahwa cita-cita kemajuan itu bakal terwujud saat Indonesia satu abad nanti.
Lihat saja, masih banyak aparat penegak hukum yang berlaku adil. Kelompok-kelompok “civil society” bekerja mendorong toleransi. Lembaga pendidikan mengajarkan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Muncul juga kelompok-kelompok kelas menengah yang mengembangkan mikro ekonomi dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti membangun “startup”. Pandemi berangsur menjadi endemi dan kehidupan kita kian membaik.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan modal besar untuk membangun bangsa yang kokoh. Konsensus para pendiri bangsa yang diikat dalam lima sila (yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial) tetap relevan. Sepanjang kita dapat menjaga komitmen akan consensus ini, Indonesia bakal terus menjadi rumah besar yang mengayomi seluruh masyarakat dengan segenap kemajemukannya.
Kita juga telah berpengalaman menghadapi beberapa krisis dan berhasil mengatasinya dengan baik. Kita mampu melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme dan berdaulat sebagai negara merdeka pada 1945, lolos dari kelemut politik 1948 dan peristiwa 1965, serta krisis 1998. Semua itu membuktikan, bahwa sejauh ini kita telah teruji oleh berbagai tantangan dan nyatanya Indonesia tetap ada, bahkan kian berpotensi memenuhi cita-cita “Indonesia Emas” pada tahun 2045.
Gagasan tentang mimpi “Indonesia Emas 2045” itu kemudian ditawarkan untuk direspons oleh para seniman. Mereka ditantang untuk melihat keadaan bangsa saat ini, kemudian berimajinasi tentang masa depan Indonesia pada 22 tahun lagi, dan mengekspresikannya dalam karya visual. Diharapkan, tafsir mereka lebih optimistis sehingga menumbuhkan harapan akan masa depan bangsa yang lebih baik.
Para seniman mengolah gagasan, memanfaatkan beragam material, menjajaki kemungkinan eksperimentasi bentuk dan penyajian, dan merespons ruang-ruang pameran. Karyanya dapat disajikan dalam bentuk lukisan, drawing, patung, instalasi, digital, video, atau animasi. Keragaman bentuk dan penyajian itu diharapkan dapat menawarkan kekayaan visual yang menghibur, menyegarkan, sekaligus memberi inspirasi kepada publik.
Karya-karya tersebut dikemas dalam Pameran Seni Rupa “Indonesian Dream” di Galeri Astra, Menara Astra Jakarta, 3-6 November 2023. Ada 27 seniman yang ambil bagian dalam pameran ini. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia, lintas generasi, dan memiliki latar belakang beragam.
Berangkat dari beragam bidang dan latar belakang, para seniman menawarkan karya yang bervariasi dalam bentuk, gagasan, dan cara penyajian. Beberapa seniman mengingatkan kembali semangat nasionalisme melalui potret para pendiri bangsa. Ada pula seniman yang lebih tertarik mengulik mitologi atau dongeng.
Beberapa lukisan menggambarkan dunia antah berantah yang merangkum kolase surrealis dari penggalan-penggalan dunia mimpi yang tenang menghanyutkan. Ada juga karya berupa drawing (gambar) yang detail tentang wajah orang per orang.
Beberapa lukisan terkesan sebagai street art (seni jalanan) mirip mural atau lukisan di tembok-tembok kota. Sejumlah seniman mengangkat kembali dekorasi motif Nusantara dalam kemasan yang lebih modis. Spirit memelihara tradisi juga ditunjukkan beberapa seniman dalam karya tiga dimensi.
Tak semua karya berangkat dari gaya realis. Sebagian seniman lebih cocok dengan lukisan tanpa bentuk alias abstrak. Pemaknaan karya semacam ini menjadi lebih personal, intim, tergantung pada memori atau inspirasi yang terpantik saat melihat karya seni.
Keberagaman seniman beserta karyanya itu menegaskan, setiap orang memiliki imajinasi tentang mimpi Indonesia. Meski demikian, sejatinya tetap terasa adanya harapan bahwa bangsa ini berjalan di jalur yang benar menuju kemajuan. Mimpi itu dapat dibaca dalam perspektif komunitas yang dibayangkan sebagaimana pernah dirumuskan oleh peneliti sejarah dan politik AS, Benedict Anderson, melalui bukunya “Imagined Communities” (1983).
Anderson percaya bahwa pada dasarnya konsep sebuah bangsa dapat lahir dari rumusan hasil imajinasi atau bayangan sosial oleh sekelompok orang dalam satu komunitas. Bayangan itu kian kuat ketika setiap anggota kelompok kemudian mengingatkan dirinya sebagai bagian dari komunitas itu. Masalah apa pun yang menerpa bakal dapat diatasi, jika anggota kelompok mampu berkomitmen untuk tetap berada di dalam, memegang, dan bekerja sama untuk mempertahankan imajinasi tentang bangsa.
Pameran “Indonesia Dream” dapat dimaknai sebagai perspektif para seniman dalam membayangkan Indonesia masa depan. Publik dapat menikmati dan mendapatkan inspirasi dari puluhan karya seni di sini. Semoga inspirasi itu dapat membangkitkan semangat publik untuk menyongsong Indonesia emas, atau setidaknya mengingatkan kita pada kenyataan bangsa sebagai rumah bersama dengan segenap kompleksitasnya.
Terima kasih kepada 27 seniman yang berpameran. Penghargaan untuk manajemen Astra yang mensupport penuh kegiatan ini. Apresiasi kepada seluruh kru Galeri Astra di Jakarta dan Bentara yang berjibaku mewujudkan program ini sehingga tersaji dengan apik ke publik. Selamat menikmati.
Jakarta, 26 Oktober 2023
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management, Corporate
Communication Kompas Gramedia