Bentara Budaya Melaju Bersama Kebudayaan Indonesia
Pada 26 September 2023, Bentara Budaya berusia 41 tahun. Patut disyukuri, selama empat dekade lebih, lembaga kebudayaan Kompas Gramedia ini rutin memanggungkan beragam ekspresi seni budaya Nusantara. Tahun-tahun mendatang, banyak tantangan yang perlu diantisipasi.
Sebagai ungkapan rasa syukur pada ulang tahun kali ini, Bentara menggelar empat program di tiga kota berbeda. Masing-masing kegiatan itu berlangsung berbarengan, tetapi menampilkan karya berbeda dan dengan karakter yang khas. Semua memiliki konteks sejarah sekaligus menunjukkan upaya lembaga ini untuk terus melaju bersama dinamika budaya Indonesia ke masa depan.
Di Jakarta, diresmikan Bentara Budaya Art Gallery di Menara Kompas sekaligus pameran koleksi "Wajah Manusia Indonesia," tepat pada 26 September 2023. Saat bersamaan, masih berlangsung pameran Putu Sutawijaya, "Lelampah," di Bentara Budaya Jakarta, 16-29 September 2023. Di Yogyakarta, ada pameran Pameran Seni Lawasan "Hermanu Behind Bentara Budaya's Book," 26 September-6 Oktober 2023. Di Bali, dilangsungkan pameran "Restrospeksi Bentara Budaya Bali," 29 September-4 Oktober 2023.
Pameran "Lelampah"
Meski dibuka lebih cepat, Kamis, 14 September 2023, pameran "Lelampah" menjadi bagian dari rangkaian ulang tahun ke-41 Bentara. Pameran ini diawali riset mendalam Putu Sutawijaya atas reief Garudeya di Candi Kedaton di Desa Andung Biru, Tiris, Probolinggo, Jawa Timur.
Panel-panel relief di candi itu mengisahkan Garuda yang berjuang mencari tirta amerta (air kehidupan) sebagai tebusan untuk membebaskan ibunya, Winata, dari perbudakan. Berbagai kesulitan dilakoni burung itu, termasuk menjadi kendaraan Dewa Wisnu.
Perjalanan hidup Garuda yang manusiawi itu memberi inspirasi pada Putu. Inspirasi itu kemudian diolah menjadi beragam karya seni, mulai dari foto, lukisan, hingga instalasi. Lewat metafor Garuda, seniman itu mengajak kita untuk melakukan perjalanan, "Lelampah," dengan menengok sejarah nilai-nilai hidup bersama dari masa lalu. Semangat itu penting dibangkitkan lagi pada masa kini dengan membangun kehidupan bangsa.
Semangat itu penting dibangkitkan kembali di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang masih dirundung banyak masalah. Salah satunya, masih kerap muncul friksi atau gesekan antar kelompok masyarakat. Kemajemukan masyarakat tidak direspon oleh sebagain warga sebagai kekayaan yang disyukuri, melainkan jadi sumber konflik. Sebagian kaum mayoritas menekan kelompok-kelompok minoritas. Hal-hal sepele gambang memicu perpecahan, bahkan kekerasan yang merenggut korban.
Konteks itu membuat pameran Putu relevan. Melalui karya seni, Putu mengajak kita untuk mengingat Garuda dengan segenap kisahnya dari masa lalu. Sosok ini kemudian dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai lambang negara. Garuda ditampilkan sebagai simbol pemersatu yang mencengkeram semboyan "Bhinneka Tunggal Ika."
Bentara Budaya Art Gallery
Bentara Budaya Art Gallery adalah ekstensa dari ruang pameran Bentara Budaya, yang dikembangkan di Lantai 8 Menara Kompas. Jika selama ini Bentara kental dengan kegiatan seni dengan anasir tradisional Nusatara, maka Art Gallery dikemas sebagai ruang pamer modern. Untuk itu, ada sejumlah fasilitas dan teknologi penunjang masa kini.
Melalui proses tender, PT Skala Maxima Griya (SMG) dari Tangerang, Banten, terpilih untuk mendesain sekaligus membangun Bentara Budaya Art Gallery. Proses pengembangan galeri makan waktu sekitar empat bulan, sejak Juni 2023 sampai galeri diresmikan tepat pada ulang tahun ke-41 lembaga ini, Selasa, 26 September 2023. Peresmian mengundang tamu dari kalangan seniman, kolektor, kurator, pimpinan Kompas Gramedia, dan media.
Desain galeri terinspirasi dari pohon badam (Prunus amygdalus) dengan cabang-cabang diagonal yang rancak, teratur rapi. Bagian lobi galeri dihiasi motif wastra yang mewakili daerah asal perintis Kompas Gramedia, yaitu batik Kawung asal Jawa Tengah-Yogyakarta, tenun Pandai Sikek asal Sumatera Barat, dan tenun Maumere dari Flores. Motif ini sekaligus mencerminkan kemajemukan Indonesia.
Galeri seluas 492 meter persegi berbentuk "U shape” ini berpusat pada lampu membran bulat menyerupai matahari sebagai simbol semangat. Ruang di sayap kiri-kanan dilengkapi sejumlah partisi portabel yang tersusun secara diagonal. Ada videotron indoor berukuran 2,72 meter x 4,48 meter serta dua proyektor di sisi kanan galeri untuk menayangkan video dan digital art. Terdapat pula ruang pertemuan dengan pandangan tembus ke arah galeri.
Pencahayaan memanfaatkan system special lighting asal Korea yang dapat diatur bentuk dan pendar cahayanya sehingga karya seni tampil optimal. Udara dikendalikan dengan sistem pendinginan central serta air dehumidifier untuk mengatur relative humidity (RH) standar museum.
Pengamanan dan pemantauan dijalankan melalui CCTV thermal (suhu) dan non-thermal di 26 titik. Untuk antisipasi kebakaran, terdapat sistem splinkler otomatis yang terintegrasi dengan fire detector serta fire extingueiser type AF 11 yang aman bagi benda seni.
Peresmian galeri juga ditandai dengan pameran "Wajah Manusia Indonesia." Ada 37 lukisan koleksi Bentara yang dipilih oleh dua kurator, Efix Mulyadi dan Frans Sartono, untuk menggambarkan manusia Indonesia. Lukisan-lukisan itu karya para seniman dari periode tahun 1930-an sampai 2000-an. Mereka mewakili beberapa generasi seni rupa modern Indonesia.
Para seniman itu, antara lain, karya Affandi, S Sudjojono, Dullah, Hendra Gunawan, Dede Eri Supria, Basoeki Rsobowo, Huang Fong, Fajar Sidik, juga Sarnadi Adam, Budi Ubrux dan Wara Anindyah. Ada juga sejumlah perupa Bali, seperti I Gusti Nyoman Lempad, I Made Djata, I Wayan Turun, Nyoman Mandera, dan Ketut Regig. Dengan pendekatan visual dan pilihan obyek masing-masing, semua seniman itu menafsirkan sosok manusia Indonesia.
Pameran juga dilengkapi dengan sejumlah wayang kulit, wayang kayu (golek tengul), serta wayang suket (rumput). Dihadirkan pula karya seni tiga dimensi, sperti patung dan keramik. Semuanya koleksi Bentara Budaya, yang dihimpun perintis Kompas Gramedia sejak Tahun 1970-an.
Memasuki ruang galeri, kita akan langsung mendapatkan kesan kuat: kemajemukan. Manusia-manusia itu memiliki variasi wajah, karakter, dan konteks sosial yang menunjukkan keberagaman bangsa Indonesia. Ada rakyat biasa yang bekerja di desa; kaum aristocrat; bocah-bocah di perkampungan kota; para penari tradisional; wajah politisi yang berkampanye; juga potret diri seniman.
Kemajemukan ini menegaskan kenyataan bahwa bangsa Indonesia dihuni oleh manusia-manusia yang beragam dalam suku, ras, agama, atau golongan. Semua adalah warga negara Indonesia dan turut membentuk wajah negeri ini sejak dulu sampai sekarang. Bermacam manusia itu diharapkan dapat hidup dengan damai dan saling menghargai satu sama lain. Inilah kekayaan yang patut untuk disyukuri.
Pameran Hermanu di Yogyakarta
Di Bentara Budaya Yogyakarta, digelar “Pameran Seni Lawasan, Behind Bentara Budaya Books’ karya Hermanu” dengan tajuk “3 Warna” yang mencakup karya Art, Vintage, dan Heritage. Kegiatan ini memperlihatkan spektrum Bentara untuk memberi panggung bagi beragam ekspresi seni yang berakar tradisi Nusantara, sekaligus merespons konteks kekinian. Upaya itu ditangani oleh Hermanu, salah satu kurator senior Bentara, yang tinggal di Yogyakarta.
Hermanu bergabung dengan Bentara Budaya Yogyakarta setelah lulus sarjana di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, akhir tahun 1982. Itu tak lama setelah lembaga tersebut didirikan pada 26 September 1982. Dia kemudian masuk barisan kaum perintis yang menyiapkan Bentara sejak awal bersama Romo Sindhunata, Hajar Satoto, Hari Budiono, dan Gepeng Suhartono.
Tak hanya sebagai kurator, Hermanu juga bergiat sebagai seniman, desainer, dan panata display, bahkan sampai mengurus teknis tampilan pameran. Hingga kini, dia konsisten menghidupkan Bentara.
Kebetulan dia memiliki minat mendalam terhadap benda-benda seni lawasan. Minat itu cocok dengan visi awal Bentara yang berkomitmen untuk memberi panggung bagi ekspresi seni yang terpinggirkan, termasuk seni tradisi. Minat Hermanu pun tumbuh berkembang di tanah yang subur.
Di tangan Hermanu, benda-benda lawasan dihidupkan kembali melalui bermacam program pameran di Bentara Budaya. Benda-benda klasik itu kadang dihadirkan begitu saja untuk menggambarkan keasliannya sebagai benda lawasan (kuna) dengan segenap otentisitas dan eksotisme dari masa lalu. Tak sekadar terkait estetika visualnya, kekuatan benda kuna juga terlacak dari konteks sosial yang melatarbelakangi penciptaan benda-benda itu.
Pada kesempatan berbeda, benda-benda klasik itu disajikan dalam kemasan wajah baru. Para seniman modern diundang untuk merespons atau memoles benda-benda itu dengan sentuhan kekinian sehingga tampil lebih dengan visual yang asyik dan kekinian. Benda kuna itu diimbuhi fungsi baru sebagai klangenan.
Benda-benda kuna itu beragam bentuknya. Ada karya seni ("art"), seperti komik, drawing, poster, atau grafis. Karya-karya itu dikemas ulang menjadi buku yang diterbitkan Bentara. Karya-karya macam ini memiliki nilai sejarah tinggi dan menjadi bahan penelitian berharga untuk siapa pun yang tertarik menelusuri jejak seni lawasan.
Seni lawasan juga meliputi "vintage" berupa desain produk dari masa lalu, terutama bermacam perabotan, alat transportasi kuna, media lawasan, seperti datjin (timbangan), radio antik, pit onthel. Ada pula "heritage" berwujud warisan masa silam, seperti candi, arsitektur, atau perkampungan kuna.
Karya-karya Hermanu menjadi bagian menarik dari perjalanan Bentara, khususnya di Yogyakarta. Seni lawasan mencerminkan pergulatan hidup manusia pada masa lalu. Olah manusia masa kini, pergulatan itu dapat dicermati sebagai sejarah, sekaligus bahan untuk menata masa depan. Karya-karya seni yang dipoles Hermanu seakan menyambungkan semangat antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Pameran "Restrospeksi Bentara Budaya Bali"
Meloncat ke Bali, digelar Pameran "Restrospeksi Bentara Budaya Bali" di Dharma Negara Alaya di Denpasar. Pameran menampilkan foto-foto dokumentasi kegiatan Bentara di Bali, koleksi lukisan tanda mata dari sejumlah seniman, serta arsip kliping dan kreasi hasil workshop Kelas Kreatif Bentara.
Menillik cakupannya, pameran ini merangkum banyak kegiatan. Dari foto arsip, terpampang sejumlah pameran dan pentas seni yang pernah digelar Bentara Budaya Bali sejak didirikan pada tahun 2009. Salah satunya, pameran “Refleksi Bambu: Problematika Manusia dan Alam” (4 November 2009) yang sekaligus menandai kehadiran lembaga ini di Pulau Dewata.
Koleksi lukisan tanda mata diwakili beberapa seniman. Mereka itu antara lain Dalang Diyah, Dewa Nyoman Batuan, I Gusti Ngurah Darma, I Made Mahendra Mangku, Putu Wirantawan, dan Wirata. Karya mereka bervariasi, mulai dari lukisan pemandangan, potret, bercorak figuratif, surrelais, hingga abstrak. Meski begitu, kental terasa adanya energi ke-Bali-an.
Kelas Kreatif Bentara diwakili dua kegiatan, yaitu Workshop "Pembuatan Kertas Daur Ulang untuk Media Karya Seni" dan Workshop "Plasticology". Karya-karya peserta lokakarya ini juga turut ditampilkan dalam pameran "Restrospeksi Bentara Budaya Bali".
Kegiatan ini diharapkan dapat mengingatkan kita akan jejak kegiatan Bentara Budaya Bali selama tahun 14 tahun. Sejak pandemi tahun 2020, kegiatan Bentara memang tak lagi memusat di venue di Ketewel, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Pengelola Bentara tetap menyelenggarakan sejumlah kegiatan di beberapa venue lain di Pulau Dewata.
Bentara Setelah Empat Dekade
Bentara Budaya, yang berarti “utusan budaya”, didirikan di Yogyakarta, 26 September 1982. Semula menempati bekas Toko Buku Gramedia di Jalan Jenderal Sudirman, lembaga yang dirintis oleh Harian Kompas itu kemudian tahun 1993 bergeser ke rumah bergaya Indies di Jalan Suroto, Kota Baru.
Tahun 1986, berdiri Bentara Budaya di Palmerah, Jakarta. Kegiatan dipusatkan di rumah kayu jati bergaya Joglo Pencu yang diboyong dari Kudus, Jawa Tengah. Rumah tradisional itu kemudian dilengkapi bangunan modern rancangan arsitek Romo Mangunwijaya.
Tahun 2009, Bentara dipercaya mengelola Balai Soedjatmoko di Kota Solo, Jawa Tengah. Pada tahun yang sama, dibangun Bentara Budaya di Bali. Seiring pandemi Covid-19 mulai melanda dunia dan Indonesia tahun 2019, kegiatan Bentara lebih dipusatkan di Jakarta dan Yogyakarta. Pada tahun 2023, bersamaan dengan ulang tahun ke-41, dikembangkan venue baru bernama Bentara Budaya Art Gallery modern di Lantai 8 Menara Kompas.
Venue baru ini memiliki visi yang sama dengan Bentara, yaitu memanggungkan ekspresi seni Nusantara. Ektensa ruang pamer akan dimanfaatkan untuk menampilkan koleksi Bentara, sekaligus kreasi baru dari seniman Indonesia dan mancanegara. Kebaruan itu termasuk mencakup digital art atau video art. Kebetulan, Bentara pada merampungkan dua angkatan kelas Laboratorium NFT Bentara powered by Astra pada Januari-Juli 2023 ini.
Perjalanan Bentara Budaya selama empat dekade lebih patut disyukuri sebagai penyelenggaraan Ilahi (Providentia Dei) dan diharapkan menjadi berkat yang bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Semangat ini mengacu pada spirit Jakob Oetama (1931-2020), salah satu pendiri Kompas Gramedia, yang mengibaratkan perkembangan perusahaan sebagai pohon. Katanya, "Pohon yang kita tanam berbuah mekar, berkembang sehingga jadi berkat yang bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang.”
Empat pameran yang digelar secara berbarengan di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali dalam rangkaian syukuran ulang tahun Bentara Budaya ke-41 itu menunjukkan komitmen lembaga ini untuk mengawal kebudayaan Indonesia. Ini sejalan dengan visi awal Bentara untuk terus memanggungkan ekspresi budaya Nusantara. Visi ini selaras dengan pernyataan PK Ojong (1920-1980), salah satu pendiri Kompas Gramedia, bahwa "Kita melihat ke seluruh dunia dengan kesadaran dan kenyataan bahwa kaki kita berpijak di bumi Indonesia."
Palmerah, 26 September 2023
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management, Corporate Communication Kompas Gramedia