TERTAWA SAJA BIAR PANJANG USIA
Mohon maaf jika apa yang saya sampaikan ini benar. Kita ini sial betul lahir dan besar di negeri serba tak karuan ini. Punya alam bagus-bagus, dirusak. Mempercayakan pajak kepada negara, dikorupsi. Memilih kepala desa, bupati, gubernur, sampai di atasnya lagi, juga tidak membuat hidup lebih baik. Kepada aparat negara tempat kita berlindung, justru kerap mengancam atau mereka malah sibuk memperkaya diri.
Hasilnya seperti yang kita rasakan sehari-hari: fasilitas umum tak kunjung membaik; kemacetan di mana-mana; banjir, longsor, dan sejenisnya bisa datang kapan saja. Lalu yang lucu, orang ramai-ramai datang. Bukan untuk menolong, melainkan menonton. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai bahan kampanye. Dahsyat, kan?
Ajaibnya, kita bertahan hidup hingga hari ini dan bahkan ada yang mengaku berbahagia. Saya curiga, jangan-jangan kita ini telah berubah menjadi komunitas masokis: senang tersiksa, biasa berada dalam kekacauan. Tapi bisa juga di antara kita, sadar atau tidak, menjadi sadis: kelompok yang gemar membuat orang lain tersiksa. Ayo ngaku…
Saya mencurigai kita bisa bertahan hidup ini karena melihat setiap kesialan sebagai lawakan. Tragedi sebagai komedi. Sebab nyatanya, humor dapat menjadi mekanisme bertahan hidup untuk menghadapi tekanan, stres, atau kesialan-kesialan. Humor bisa menjadi koping untuk meredakan stres atau ketegangan emosional, karena bisa mengalihkan perhatian dari pokok masalah.
Maka, hidup di negeri ini, cara paling sehat dan panjang umur adalah sering-sering tertawa daripada menggerutu terhadap segala hal yang tak sesuai harapan. Nah, kartun-kartun ini memprovokasi kita untuk tertawa bersama sekaligus mengajak untuk melihat bahwa semua ini hanya kesementaraan. Kesementaraan itu ya termasuk harapan atau segala yang melekat dalam diri saat ini.
Tema I Love You Goodbye mengandung kontradiksi yang mengajak tertawa itu tadi. Di satu sisi kita amat mencintai tetapi di sini lain harus merelakan diri untuk berpisah. Dalam pandangan delapan kartunis ini, kalimat tersebut mengandung semangat kerelaan dan hasrat melepaskan diri dari kesementaraan. Semangat ini yang mestinya dimiliki oleh pemangku kekuasaan berikut orang-orang yang dekat dengan kekuasaaan sehingga memunculkan kesadaran untuk menumpuk harta sebutuhnya, bukan seinginnya. Sebab keinginan yang kawan dengan kesempatan berpeluang lebar menjadi sikap korup apalagi ketika empati tengah absen.
Nah, untuk menafsirkan I Love You Goodbye itu, delapan kartunis menggunakan rencana pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai pintu masuk menafsir dan membaca kompleksitas dampak yang membuntuti di belakang rencana besar tersebut.
Dari sana, para kartunis mengudar rasa ke mana-mana mulai dari korupsi yang rasanya layak The Guinness Book of Records karena begitu parah dampaknya; menertawakan orang-orang yang pura-pura hidup sederhana padahal awalnya tampil kaya-raya; hingga keresahan terhadap lingkungan akibat pembangunan. Misalnya kegelisahan tentang nasib hewan-hewan yang selama ini hidup di tengah hutan Kalimantan setelah muncul pembangunan Ibu Kota Nusantara. Apakah mereka baik-baik saja atau bakal terancam? Tampaknya yang kedua itulah yang terjadi.
Secara sarkastik, Thomdean melalui karya “Last Selfie” menggambarkan hewan-hewan itu bekumpul di Titik Nol lalu berfoto bareng seperti rombongan manusia yang akan berpisah dengan tempat tinggalnya dan digantikan manusia sesungguhnya. Bisa jadi, mereka digantikan oleh manusia yang sebenarnya juga tidak benar-benar manusia. Dengan raut sedih, para binatang khas Kalimantan itu berpose.
Sementara di tempat berbeda, manusia-manusia kota bersiap pindah seperti tercermin dalam karya Ika W Burhan ”Eksodus Premium”. Lukisan ini menggambarkan orang-orang membawa pencapaian di kota ke Ibu Kota Nusantara, tentu saja dengan beragam permasalahannya. Wajah mereka tak tampak bahagia. Sebab dalam benak mereka telah tertanam bahwa kelak seluruh ketidaksempurnaan Jakarta akan menjadi kerinduan seperti pada karya Ika lainnya, “Akan Kurindukan Keriuhan Ini”.
Bersamaan dengan itu, M Nasir mengingatkan bahwa bukan hanya kaum premium yang bakal mengisi IKN, kaum jelata yang selama ini kalah bertarung melawan ibu kota pun bereksodus bersamaan kaum premium seperti dalam karya “Tertawa Membawa Hasil”. Dia juga mengingatkan bahwa kepindahan ini dapat mencapai ancaman bahaya, terutama bagi lingkungan. Hutan-hutan segera beralih fungsi menjadi hunian.
Orang-orang yang pindah ke IKN itu juga serta merta membawa kebiasaan lama yang mengakar di Jakarta dan kota-kota besar lainnya karena sulit—untuk tak bilang mustahil-- mereka lahir sebagai sosok yang benar-benar baru dan bersih. Maka, seri “The Art of Corruption” karya M Syaifuddin Ifoed selain mendokumentasikan ragam korupsi juga sebagai pengingat bahwa hal serupa bisa terulang. Lagi-lagi korbannya tentu saja rakyat jelata: orang-orang yang dipaksa bekerja keras dan bayar pajak demi kesejahteraan tetapi tak pernah terwujud karena direbut mereka yang berkuasa lalu pamer kekayaan. Tatkala sebagian atau keluarga mereka tertangkap, mereka pura-pura tak punya apa-apa dan ramai-ramai macak sebagai kelompok sederhana sebagaimana ditangkap Ika dalam ”Mendadak Sederhana”.
Perpindahan itu secara menggelitik disikapi Beng Rahadian dengan mengubah perspektif dalam melihat Tugu Selamat Datang dibangun Sukarno menyambut acara Asian Games IV tahun 1962 menjadi karya “Tugu Selamat Jalan”. “…makna monumen ini dapat diubah menjadi patung selamat jalan yang melepas struktur, sistem, dan aparatur negara pindah ke tempat baru, meskipun dalam gestur dan ekspresi yang sama. Seperti itulah harapan dari kartun ini, menyambut dan melepas bisa sama gembiranya,” kata Beng. Pun demikian dengan karya-karya Cahyo Heryunanto yang menggambarkan keriuhan rusun khas ibukota, Supriyanto dan M.Najib
Kelucuan demi kelucuan itu makin menonjol dan menghibur karena ditampilkan secara deformatif dan eksageneratif atau hiperbolik. Di sinilah kecanggihan kartun melihat realitas, dia mampu memberi citraan yang lebih ekstrem daripada realitas itu sendiri sehingga tambah lucu dan memicu produksi dopamin dalam otak pemirsa. Dopamin adalah salah satu dari beberapa neurotransmitter dalam otak yang berperan dalam mengatur suasana hati, emosi, motivasi, dan sensasi kesenangan. Di balik kelucuan itu tentu ada pesan lain yang tak perlu saya jelas-jelaskan.
Setelah menyimak karya-karya ini, dopamin deras mengalir. Untuk sementara mari lupakan kesialan-kesialan hidup. Lalu, tertawalah biar panjang usia.
Bogor, 27 Juli 2023
Hilmi Faiq
Kurator Bentara Budaya