HIDUP MEMANG FANA
Hidup itu fana alias bersifat sementara. Sewaktu-waktu bisa berubah. Persis dengan diri manusia yang dilahirkan, tumbuh jadi anak remaja, dewasa, kemudian tua dan akhirnya meninggal. Tidak ada yang abadi.
Ketidakabadian mudah kita temukan dalam keseharian. Salah satunya, nasib manusia. Nasib bisa bergeser. Pergeseran itu kerap mengejutkan.
Ambil satu contoh, Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo. Lelaki ini lekat sebagai sosok yang muda, karir cemerlang, punya kekuasaan, harta berkecukupan. Dia tampak hidup nyaman bersama istri (yang seorang dokter gigi) dan anak-anaknya. Namun, kenyamanan itu langsung pudar saat dia terlibat pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Tak hanya dicopot dari kepolisian, Sambo dijatuhi hukuman mati. Istrinya, Putri Candrawati, divonis 20 tahun penjara. Pangkat, kekayaan, kekuasaan, nama, dan kecemerlangan karier yang diraihnya mendadak sirna. Publik akhirnya lebih mengingat sosok itu sebagai jenderal polisi dalam kasus pembunuhan ajudannya sendiri.
Nasib tragis juga dialami Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat Direktorat jenderal Pajak Kanwil Jakarta Selatan. Selama ini dia hidup tenang dan berkecukupan harta. Namun, tiba-tiba putranya, Mario Dandy Satriyo, menganiaya seorang anak bernama David Ozora sampai koma. Publik marah, apalagi bocor video penganiayaan yang brutal.
“Anak polah bapa kepradah,” istilah Jawa itu diwakili kehidupan Alun yang langsung berubah akibat ulah anaknya. Bersamaan kasus kekerasan itu meledak, terkuak pula kekayaan Alun yang melimpah dan memicu kecurigaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menetapkan mantan pejabat itu menjadi tersangka korupsi, menyita sejumlah asetnya, dan menahannya. Mario pun ditahan dan menjalani persidangan untuk ancaman hukuman setimpal.
Contoh sebaliknya dirasakan Putri Ariani, seorang perempuan tunanetra yang penyanyi. Selama ini remaja itu tekun berlatih vokal dan mencipta lagu. Dia mulai muncul saat mengikuti kompetisi Indonesia’s Got Talent 2014. Namun, namanya benar-benar meledak saat mengikuti audisi America’s Got Talent baru-baru ini. Penampilannya memukau penonton. Salah satu juri, Simon Cowell, kepincut dan serta-merta memberinya “golden buzzer” sehingga Putri langsung dapat melanjutkan proses berikutnya di ajang ini.
Meski punya keterbatasan penglihatan, ternyata Putri mendapatkan apresiasi tak hanya di negeri asalnya, Indonesia, tapi juga di Amerika. Pencapaian dan perubahan nasib yang mengharukan.
Satu misal lagi. Seorang pemain sinetron, Vanessa Angel, sempat viral terkait kasus prostitusi “online”. Perempuan itu kemudian menikah dengan Febri “Bibi” Andriansyah. Tahun 2021, tiba-tiba pasangan ini mengalami kecelakaan mobil saat dalam perjalanan ke Surabaya. Keduanya meninggal. Anak semata wayangnya, Gala Sky Andriansyah, bertahan hidup.
Keluarga Bibi mendapat simpati publik. Adik Bibi, Fuji, yang mengasuh Gala juga mendapat perhatian luas. Popularitasnya melonjak. Kini, Fuji mendulang keuntungan dari popularitasnya melalui sistem “endorsement” berbagai produk iklan di media sosial. Gala juga mendapat donasi dari publik.
“Wolak-waliking zaman.” Begitu kira-kira gambaran atas perubahan nasib manusia sebagaimana dialami sejumlah orang. Nasib baik atau buruk, bisa berubah dalam sekejap. Kekuasaan yang disusun selama bertahun-tahun bisa lenyap dalam hitungan hari atau pekan.
Kefanaan juga menimpa kehidupan pribadi kita. Hari-hari bisa menjadi murung atau menggembirakan sesuai situasi, yang kerap tak sepenuhnya kita kuasai. Kadang, kita sendiri khilaf, berbuat salah, sehingga kita harus menanggung akibatnya. Penyesalan, kekecewaan, kebahagiaan, atau kesenangan, semua “mood” itu mudah saja silih berganti mengisi hari-hari kita.
Lantas, atas perubahan-perubahan itu, bagaimana sebaliknya kita merespons? Coba kita cari jawabannya dari Pameran Seni Kartun “I Love You Goodbye” di Bentara Budaya Jakarta, 4-12 Agustus 2023. Ada delapan seniman yang berpameran, yaitu Beng Rahadian, Cahyo Heryunanto, Ika W Burhan, M Nasir, M Najib, M Syaifuddin Ifoed, Supriyanto, Thomdean.
Mengusung tema “I Love You Goodbye”, pameran ini mengajak kita untuk lebih sumeleh (ikhas) menerima berbagai keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Karya-karya yang ditampilkan mencoba merespons peristiwa demi peristiwa dengan cara khas kartun: kritis, jenaka, tengil, dan “easy going.”
Tak ada yang terlalu dipaksakan sampai bikin “mbentoyong” karena hidup akan terus berjalan. Kita perlu beradaptasi, berdamai, dengan semua kondisi, termasuk perubahanperubahan yang mengejutkan. Di tengah ombang-ambing nasib kehidupan, sebisa mungkin kita tetap waras dan bahagia.
Lihat saja karya Beng Rahadian, “Patung Selamat Jalan.” Dia menggambar sepasang patung di Bundaran Hotel Indonesia (HI) tengah melambaikan tangan, yang biasa disebut “Patung Selamat Datang”. Satu patung lelaki bilang, “Selamat Datang.” Tapi, satu patung perempuan nyeletuk, “Selamat jalan kali, Bang.”
Karya itu dibuat dalam kontek persiapan Ibukota Negara (IKN) baru, yang akan dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan. Hingga kini, sebagian warga masih gamang melihat ketidakpastian dalam proyek besar ini.
Dalam konteks serupa, Cahyo Heryunanto membuat gambar seorang lelaki yang bergegas pergi. Dia membawa kardus dan tas punggung sambil menyeret troli yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit—pemandangan khas Jakarta. Mudah ditebak, gambar ini membayangkan perpindahan warga ke ibukota yang baru, yang mirip orang mudik.
Masih terkait ibukota, Nasir menggambarkan banjir yang merendam satu kawasan. Alihalih mengungsi, warga justru asyik saja berkegiatan di tengah banjir. Mereka melanjutkan aktivitas sambil berjalan di atas egrang (kaki tambahan dari bambu). Suasana tampak ramai dan gembira.
Kegembiraan warga juga diulik oleh M Syaifuddin Ipoed dalam karya “The Art Of Happiness Is Simple.” Tergambar jalanan yang macet dengan mobil-mobil yang berderet. Namun, di trotoar pinggir jalan, justru ada keluarga yang tampak santai saja sambil mendorong gerobak. Dua anak bermain di dalam gerobak, sementara ayah dan ibunya mendorong gerobak.
Beberapa contoh kartun itu merespons perubahan, katakanlah rencana perpindahan ibukota, dengan rileks. Lewat gambar-gambar para seniman ini, kita menemukan adonan 7 kehidupan yang menarik. Ada kegembiraan, kehilangan, kritik, tragedi, atau humor satire.
Tiba-tiba terlintas ungkapan inspiratif dari Jalaluddin Rumi (1207 – 1273), seorang penyair dan tokoh sufi asal Persia. Dia pernah berpesan agar kita tidak mudah bersedih oleh kehilangan. Katanya, “Jangan bersedih. Segala sesuatu yang hilang darimu akan datang kembali dalam bentuk yang lain.”
Selamat berpameran untuk delapan seniman kartun. Semoga terus bersemangat untuk menyajikan karya-karya yang asyik. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pameran ini. Penghargaan buat teman-teman kru Bentara Budaya yang menyiapkan pameran sampai hal-hal teknis.
Palmerah, 2 Agustus 2023
Ilham Khoiri
GM Bentara Budaya & Communication Management, Corporate Communication, Kompas Gramedia