JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kebudayaan Fadli Zon hadir dan membuka pameran seni rupa bertajuk, ”Satu Tanah, Seribu Ketangguhan”, di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (20/11/2025). Fadli Zon mengemukakan, pemerintah ingin memperkuat ekosistem seni rupa sebagai bagian dari usaha pemajuan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia.
Pameran diikuti sebanyak 27 perupa dari berbagai daerah dengan jumlah 40 karya berupa lukisan, gambar, keramik, maupun karya instalasi. Pameran hasil kerja sama antara Kompas Gramedia dan Astra untuk keempat kalinya ini berlangsung hingga Sabtu, 29 November 2025.
”Pada pilar ketiga kebudayaan berupa pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan yang di dalamnya ada sektor seni dengan salah satu subsektor seni rupa. Seperti juga subsektor seni lainnya, pemerintah menginginkan ada subsektor seni rupa yang kuat,” ujar Fadli Zon, ketika menyampaikan sambutan pembukaan pameran.
Penguatan ekosistem seni rupa ditujukan untuk keberlanjutannya dan hadir di panggung internasional. Tema pameran seni rupa ”Satu Tanah, Seribu Ketangguhan”, dinilai sangatlah relevan.
”Tanah adalah kekayaan kita yang sesungguhnya. Di atas tanah itulah tumbuh kebudayaan,” kata Fadli Zon.
Kekayaan kebudayaan kita tecermin dari kearifan lokal yang ada. Kearifan lokal menjadi bagian dari ketangguhan masyarakat.
Pada kesempatan itu, Fadli Zon menceritakan pengalamannya beberapa hari lalu membuka pameran karya instalasi seni rupa di Cirebon, Jawa Barat. Pameran mengambil lokasi tiga gudang milik Pelindo di Pelabuhan Cirebon.
”Gudang-gudang itu umurnya lebih dari 150 tahun. Itu seperti Venice Biennale versi Cirebon,” ujar Fadli Zon.
Berkesenimbungan
Tantangan utama dalam memperkuat ekosistem seni rupa di antaranya menjaga keberlangsungan atau kesinambungannya. Fadli Zon sempat menuliskan kata ”berkesinambungan” pada batu putih kecil yang dibentuk lonjong mirip seperti telur burung pada karya seni instalasi Setiyoko Hadi, salah satu peserta.
Karya Setiyoko Hadi berupa karya interaktif yang diberi judul, Sarang Penyamun, Sarang Penyayang. Setiyoko menyertakan lukisan tiga panel dengan citra hutan yang rusak dan burung-burung yang kehilangan sarangnya. ”Di situ ada gambar istana yang sedang dibangun di Ibu Kota Nusantara sekarang,” kata Setiyoko.
Kurator pameran M Hilmi Faiq menjelaskan, pameran ini lahir dari keberanian untuk kembali pada akar. ”Tanah adalah tubuh bersama. Ia menyimpan ingatan purba tentang siapa kita, dari mana kita tumbuh, dan bagaimana kita saling menguatkan sebagai bangsa,” kata Hilmi.
Pandangan ini menjadi titik berangkat narasi karya yang dipamerkan. Setiap karya menjadi bagian dari lanskap yang lebih luas, lanskap yang dibangun oleh peristiwa sejarah, memori komunal, trauma yang disembuhkan, dan harapan yang terus tumbuh.
”Tanah dalam pameran ini diposisikan bukan sebagai obyek visual semata, melainkan sebagai simbol kehidupan yang menautkan masa lalu, masa kini, dan masa depan,” ujar Hilmi.
Tanah menyerap hujan, menumbuhkan tunas, dan memeluk kehidupan baru. Di sanalah seni menemukan perannya sebagai penutur rasa, penanda waktu, dan penenun pengalaman kolektif.
Para peserta pameran ”Satu Tanah, Seribu Ketangguhan”, meliputi Anjastama, Alfiah Rahdini, Aprilia, Asmara Wreksono, Audya Amalia, Cecil Mariani, Dessy Febrianti, Dikco Ayudya, Don Bosco, Putu Dudik Ariawan, Emmy Go, Fatih Jagad Raya, Hilda Alhaque Islami, Jitet Koestana, Lena Guslina, Muna Diannur, Nanang Widjaya, Rabiatul Asqiah, Rb Ali, Saskia Gita Sakanti, Sekar Puti Sidhiawati, Setiyoko Hadi, Stereoflow, Tamar Saraseh, Vendy Methodos, Walid Basalamah, dan Zakka Nurul Giffani Hadi.
Ilham Khoiri, selaku General Manager Bentara Budaya dan Communication Management Kompas Gramedia, mengatakan, pameran seni rupa sebagai hasil kerja sama Kompas Gramedia dan Astra ini untuk terus menggelorakan semangat nasionalisme. ”Nasionalisme juga dapat diutarakan dengan bahasa rupa sebagaimana dilakukan para seniman melalui karyanya,” ujar Ilham.
”Ini bukan hanya kerja sama program, tetapi kerja sama merawat identitas bangsa,” kata Hilmi Faiq.
Setelah resmi dibuka, pengunjung ataupun para peserta yang hadir menikmati karya-karya yang dipamerkan. Salah satu pengunjung, Syakieb Sungkar, mengatakan, pameran ini memiliki bobot tema yang menarik. Akan tetapi, tidak semua karya bisa merefleksikan sesuai dengan tema tersebut.
Sejarah bangsa
Melalui pameran ”Satu Tanah, Seribu Ketangguhan”, Ilham Khoiri mengajak penikmat seni untuk bertanya, sejarah bangsa ini tidak dilahirkan dari satu bangsa yang utuh, melainkan dari banyak kerajaan yang tidak selalu akur di masa lalu. Akan tetapi, mengapa bangsa Indonesia sampai sekarang bisa tetap eksis melampaui banyak masalah dan cobaan?
”Itu karena kita masih memiliki dan memegang kuat kesadaran dan imajinasi tentang negara bangsa modern yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan rakyat makmur,” ujar Ilham.
Karya seniman peserta pameran sebagian merupakan tafsir visual atas sejarah dan kenyataan masa kini tentang Indonesia yang tangguh, Indonesia yang mampu bertahan dalam berbagai persoalan.
”Mereka bersama-sama mengusung semangat nasionalisme dalam corak kekinian, nasionalisme yang tidak diikrarkan dalam kata-kata, melainkan dengan bahasa rupa,” kata Ilham Khoiri.