JAKARTA, KOMPAS — Dalam rangka memperingati 80 tahun Republik Indonesia, Bentara Budaya menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk ”Wajah Kita dalam Rupa”. Melalui beragam karya dari para seniman dalam pameran ini, Bentara Budaya berupaya untuk menampilkan imajinasi tentang kebangsaan.
Pameran ”Wajah Kita dalam Rupa” diselenggarakan di Bentara Budaya Art Gallery, Menara Kompas, Jakarta, dan berlangsung sejak 20 Agustus-18 September 2025. Pameran resmi dibuka pada Selasa (19/8/2025) oleh Yudi Latif, cendekiawan dan penulis buku Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, Aktualitas Pancasila.
Pameran seni rupa tersebut menghadirkan 36 karya koleksi Bentara Budaya dan 17 karya dari 9 seniman undangan. Karya yang dipamerkan dikuratori oleh Efix Mulyadi dan Frans Sartono.
Koleksi Bentara Budaya yang dipamerkan ini meliputi antara lain karya Abbas Alibasyah, Agus Djaja, Alimah, Asnida Hassan, Bagong Kussudiardja, Bambang Oetoro, Basuki Resobowo, Batara Lubis, But Muchtar, Hendra Gunawan, Heriadi, Kamal Guci, dan Ketut Nama.
Kemudian ada juga karya lainnya dari Koentjoroningrat, Machmudi, Mangku Murni, Masmundari, Mulyadi W, Nasirun, O.H. Supomo, Otto Djaja, Putu Winarsa, Rastika, S. Dullah, Sairi Lumut, Slamet Riyanto, Soedibio, Suparto, Tedja Suminar, dan Treeda Mayrayanti.
General Manager Bentara Budaya Jakarta Ilham Khoiri menyampaikan, tema pameran ini dipilih karena Bentara Budaya ingin menggali kembali pertanyaan tentang apa yang menyatukan kita sebagai sebuah bangsa. Sebab, Indonesia memiliki lebih dari 1.000 suku, sekitar 715 bahasa daerah, 6 agama besar, serta berbagai aliran kepercayaan.
”Sejak awal, kita tidak memiliki satu titik sebagai bangsa karena dahulu kita merupakan kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau yang masing-masing berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan berbeda. Namun, rasa sebangsa bukanlah warisan kerajaan-kerajaan itu. Perasaan itu justru lahir karena mengalami nasib sebagai negara terjajah,” ujarnya.
Salah satu yang menyatukan adalah kesadaran untuk memiliki bayangan dan imajinasi tentang Indonesia. Seperti yang disebut sejarawan Benedict Anderson, bangsa ini adalah sebuah imagined community, komunitas yang dibayangkan orang-orang berbeda, yang akhirnya berumah dalam satu negara.
”Pameran ini berusaha menampilkan imajinasi tentang kebangsaan itu melalui karya para seniman,” kata Ilham.
Frans Sartono mengatakan, kata ”Wajah” yang dimaksud dalam judul pameran seni rupa ini merujuk pada produk budaya, hasil budaya, serta keseharian hidup masyarakat. Melalui karya-karya seni, pengunjung diajak untuk menatap bagaimana budaya dari berbagai daerah menjadi bagian dari identitas bersama.
Karya-karya yang ditampilkan, misalnya, menunjukkan budaya bukan sekadar milik orang-orang dalam wilayah tertentu, melainkan juga menjadi bagian dari kita semua. Beberapa koleksi melibatkan kebudayaan asli masyarakat dari berbagai latar belakang yang menghadirkan penggambaran karya-karya bernuansa tradisi.
Memberikan inspirasi
Yudi Latif mengatakan, Indonesia memberi pembelajaran artistik yang sangat penting karena alamnya yang indah. Keindahan alam Nusantara menjadikan Indonesia disebut sebagai salah satu negara tercantik di dunia. Keindahan itu pula yang melahirkan aliran seni Mooi Indie.
Mooi Indie adalah aliran seni lukis yang berkembang di Hindia Belanda pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Istilah ini secara harfiah berarti ”Hindia Molek” atau ”Hindia Elok” dan menggambarkan pemandangan alam Indonesia yang indah, damai, dan romantis. Aliran ini dipopulerkan seniman Belanda dan Eropa untuk menarik wisatawan.
”Meski aliran ini dikritik, kenyataan menepikan realitas bahwa Indonesia memang indah dengan alamnya yang mampu menginspirasi banyak karya seni,” kata Yudi.
Menurut Yudi, semua inspirasi ini menggambarkan betapa keragaman kultural Indonesia bisa menjadi semacam percikan yang melahirkan karya cipta, baik dalam seni rupa maupun seni lainnya. Bahkan dalam konteks kemerdekaan, kita juga harus mengerti bahwa seniman adalah bagian yang tidak pernah terlewatkan dalam sejarah Indonesia.
”Ketika perjuangan kemerdekaan mulai dikumandangkan di Jakarta, kita tahu seniman perupa ikut melukis mural di gerbong kereta dan membuat poster-poster perjuangan. Para penyair menulis sajak-sajak patriotik, lagu-lagu kebangsaan juga diciptakan,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa seni, termasuk seni rupa, merupakan bagian dari proses meng-Indonesia dan wujud patriotisme. Namun, di tengah situasi bangsa saat ini, Indonesia membutuhkan jenis patriotisme baru. Bukan patriotisme maskulin yang identik dengan kekerasan, melainkan patriotisme feminin, yaitu semangat merawat dan memelihara kehidupan.
Yudi mengibaratkan peran seni dan kebudayaan sebagai kunang-kunang yang memberi cahaya di tengah kegelapan. Ia pun mengapresiasi Bentara Budaya yang menghadirkan pameran seni rupa dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Link artikel: https://www.kompas.id/artikel/pameran-wajah-kita-dalam-rupa-menampilkan-imajinasi-tentang-kebangsaan