Nationalgeographic.co.id—Seberapa kenalkah kita dengan jali-jali, kluwih, suweg, gembili, atau gadung? Barangkali bagi sebagian besar dari kita, nama-nama ini terdengar asing—aneh dan mencurigakan. Padahal, sejatinya nama-nama itu merujuk sumber pangan Nusantara. Nama-nama yang pernah begitu akrab dengan dapur oma, namun kini seperti lenyap dari ingatan kita.
Jika nama-nama tanaman itu benar-bernar terdengar asing, apakah sejatinya mereka telah hilang dari pekarangan dan pengetahuan kita? Ketika degradasi lingkungan dan pudarnya kearifan ekologi Nusantara kian mengkhawatirkan, seniman-seniman seni botani mengajak kita untuk kembali mengenal dan menghargai kekayaan tumbuhan Nusantara.
Setelah pameran di Kebun Raya Bogor dalam peringatan Hari Botani Sejagat pada Mei silam, Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) memamerkan karya seni botani mereka di Bentara Budaya Yogyakarta pada 12 sampai 19 Juli 2025. Tajuknya, Pameran Seni Botani Ragam Flora Indonesia 5: Khazanah Alam Nusantara.
Ketika seni sejajar dengan pengetahuan dan kebenaran
Suwarno Wisetrotomo membuka secara resmi pameran ini. Ia merupakan pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang juga kurator pameran Ragam Flora Indonesia yang pertama di Kebun Raya Bogor pada 2018. "Pameran ini penting bahwa ada sekian banyak peristiwa seni rupa tetapi pameran ini sangat nyata memberi sumbangan pada ilmu pengetahuan. Bagaimana seni bertemu secara setara dengan pengetahuan," ucapnya. "Ketika menilai kualitas seni sejajar dengan kebenaran."
Dalam pameran ini, ia mengatakan, kita akan menyaksikan para seniman dengan akrobatik teknik yang luar biasa demi mendekatkan dengan objeknya. Akan tetapi bukan perkara persis atau meniru agar sama semata, melainkan menghadirkan pengetahuan, anatomi, konfigurasi, dan susunan yang benar. "Pandangan saya," ujarnya, "Itu adalah kerja yang luar biasa."
"Karya-karya seni ini melampaui fotografi," imbuh Suwarno. "Mengapa? Karena fotografi merekam tetapi tidak mampu menguak detail, fotografi tidak mampu membedah anatomi itu. Tetapi keterampilan tangan para seniman ini membedah objeknya sedemikan rupa—buah bisa dibelah, pohon bisa dikupas kulitnya sedikit, daun bisa diamati."
Komunitas ini berkolaborasi dengan Bentara Budaya dan Kebun Raya Bogor–BRIN untuk menampilkan 65 karya seni botani dari 43 seniman. Pameran ini lahir dari proses seleksi ketat oleh tim juri lintas disiplin: kurator seni Kurniawan Adi Saputro, Ph.D., botaniwan Dr. Destario Metusala, dan seniman botani Jenny A. Kartawinata. Mereka berharap kegiatan ini dapat menumbuhkan kembali kesadaran akan pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati melalui pendekatan seni, sains, dan edukasi.
Setidaknya, kita bisa menemukan 71 spesies tumbuhan berguna asli dan endemik Indonesia yang menginspirasi para seniman. Ada tanaman pangan lokal yang terlupakan, tanaman obat tradisional, hingga rempah-rempah bersejarah. Sebagai bagian dari inisiatif global Botanical Art Worldwide 2025 yang diikuti oleh lebih dari 30 negara, pengunjung juga dapat menikmati kompilasi digital lebih dari 1.200 karya seni botani dari seluruh dunia.
Hubungan manusia dan tumbuhan
"Mengapa hubungan seniman dan tumbuhan ini penting di seni botani? Pertama-tama dan terutama hubungan ini penting karena kehidupan, karena kedua-duanya hidup," kata Kurniawan Adi Saputro selaku kurator pameran. "Kehidupan barangkali memang selalu ada, tetapi perlu dijaga karena sebenarnya rentan untuk tiada. Lebih-lebih sekarang. Siapa bisa menjamin bahwa pohon-pohon di sekitar kita masih akan ada 50 tahun mendatang?"
Kurniawan menjelaskan bahwa tajuk Khazanah Alam Nusantara dipilih untuk menegaskan makna dunia tumbuhan sebagai warisan berharga yang dijaga lintas generasi. “Dari ujung daun hingga akar, manusia menemukan manfaat. Tapi tumbuhanlah penghasil sejati,” ujarnya.
Ia juga menautkan kata "khazanah" dalam judul pameran ini yang bermakna "tempat penyimpanan hal-hal yang berharga"—termasuk pengetahuan. Atas dasar pemahaman ini ia mengungkapkan, "tetumbuhanlah yang menciptakan khazanah bagi manusia, bukan sebaliknya."
Namun demikian, belakangan ini hubungan manusia dan tumbuhan seringkali dipahami terbalik. Manusia sering salah berpikir bahwa dialah yang menciptakan tempat untuk tumbuhan. Bahkan manusia berpikir dialah yang mengelola dan berhak menentukan tempat tumbuhan hidup, demikian hemat Kurniawan.
"Ini sesat pikir yang sulit disembuhkan," ujarnya. "Karena, sejatinya tumbuhanlah yang menciptakan lingkungan yang memungkinkan manusia ada. Tumbuhanlan pencipta tempat bagi manusia. [...] Tetumbuhan yang 'menentukan' kapan dan di mana manusia bisa hidup."
Hubungan manusia dan tumbuhan
"Mengapa hubungan seniman dan tumbuhan ini penting di seni botani? Pertama-tama dan terutama hubungan ini penting karena kehidupan, karena kedua-duanya hidup," kata Kurniawan Adi Saputro selaku kurator pameran. "Kehidupan barangkali memang selalu ada, tetapi perlu dijaga karena sebenarnya rentan untuk tiada. Lebih-lebih sekarang. Siapa bisa menjamin bahwa pohon-pohon di sekitar kita masih akan ada 50 tahun mendatang?"
Kurniawan menjelaskan bahwa tajuk Khazanah Alam Nusantara dipilih untuk menegaskan makna dunia tumbuhan sebagai warisan berharga yang dijaga lintas generasi. “Dari ujung daun hingga akar, manusia menemukan manfaat. Tapi tumbuhanlah penghasil sejati,” ujarnya.
Ia juga menautkan kata "khazanah" dalam judul pameran ini yang bermakna "tempat penyimpanan hal-hal yang berharga"—termasuk pengetahuan. Atas dasar pemahaman ini ia mengungkapkan, "tetumbuhanlah yang menciptakan khazanah bagi manusia, bukan sebaliknya."
Namun demikian, belakangan ini hubungan manusia dan tumbuhan seringkali dipahami terbalik. Manusia sering salah berpikir bahwa dialah yang menciptakan tempat untuk tumbuhan. Bahkan manusia berpikir dialah yang mengelola dan berhak menentukan tempat tumbuhan hidup, demikian hemat Kurniawan.
"Ini sesat pikir yang sulit disembuhkan," ujarnya. "Karena, sejatinya tumbuhanlah yang menciptakan lingkungan yang memungkinkan manusia ada. Tumbuhanlan pencipta tempat bagi manusia. [...] Tetumbuhan yang 'menentukan' kapan dan di mana manusia bisa hidup."
Mendengarkan lukisan
Apabila selama ini dalam pameran lukisan kita hanya menghadapi objek visual dan menerka-nerka maksud seniman, Ragam Flora Indonesia 5 akan memberikan pengalaman berbeda. Setiap karya dalam memiliki takarir untuk dibaca sehingga pemirsa bisa lebih memahami gagasan-gagasan sang seniman, sekaligus menjadi pijakan awal untuk pencarian panjang hubungan manusia dengan tumbuhan yang memilih mereka.
"Tetapi, bila kesulitan dibaca karena terlalu kecil atau terlalu panjang, disediakan suara seniman itu sendiri," ujar Kurniawan. Di setiap karya, pemirsa bisa memindai kode QR—melalui kamera atau fitur komunikasi medan dekat (NFC) pada gawai cerdas. Setelah itu mereka bisa mendengarkan penuturan suara sang seniman sendiri tentang karyanya. "Ini membuat orang bisa berlama-lama di depan karya untuk memahami makna ciri-ciri, sifat-sifat dari lukisan tersebut melalui sudut pandang senimannya," ujarnya. "Itu pengalaman baru yang jarang [didapatkan] di pameran-pameran lukisan."
Ia menambahkan, "Eksplorasi indra-indra untuk menikmati karya itu perlu terus-menerus dieksplorasi." Pameran kali ini menggandeng Audium sebagai penyedia layanan untuk mengeksplorasi indra pendengaran sebagai salah satu cara dalam menikmati karya visual di galeri atau museum. "Bisa dikatakan Audium membantu orang mendengarkan lukisan."
Aris Setiawan Rimbawana, warga Sleman yang bergiat dalam Komunitas Radiobuku, hadir pada hari kedua pameran. Ia memberikan komentarnya kepada National Geographic Indonesia. "Aku takjub dengan tingkat detail para pelukis botani itu. Yang paling memikat, bagiku, adalah lukisan tentang pisang tanduk; dilukis dengan sangat rinci. Mulai dari tata letak cahaya, hingga komponen terkecil. Bagi yang tak awas, bisa tertipu bahwa itu hanya lukisan, bukan foto." kata Rimba. "Bayangkan, butuh amatan sejeli apa mereka saat melukis?"
"Di sana juga terselip kisah sang pelukis dengan tanaman. Pun bila terlalu panjang, ada juga versi suara dari kisah tadi. Lebih inklusif juga pada akhirnya. Bagiku ini sangat membantu memberikan gambaran bagaimana pandangan sang pelukis terhadap tumbuhan yang mereka pilih," imbuh Rimba. "Jadi, tampaknya pameran ini mendorong lebih jauh pergumulan antara pelukis dan tumbuhan agar tidak sekadar hubungan subjek–objek belaka."
Ajang partisipasi warga kota
Selain menyajikan keindahan visual, pameran ini juga mengajak partisipasi warga kota. Pada hari kedua pameran, puluhan pengunjung mengikuti acara Painting Day + Potluck berbahan tanaman pangan Nusantara. Rangkaian acara ini merupakan kegiatan terbuka yang menggabungkan sesi melukis bersama seniman sambil berbagi pangan lokal dalam suasana santai. Mereka terlihat antusias mengenal tumbuhan dalam pameran ini sambil mencicipi sajian seperti talas kukus, pisang rebus, dan ubi cilembu.
“Pengunjung tidak hanya menikmati karya, tetapi juga diajak mengenali keragaman flora Nusantara yang sering luput dari perhatian sehari-hari,” ujar Youfeta Devy, Ketua Panitia Pameran Seni Botani Ragam Flora Indonesia. "Kami ingin memberikan kesempatan kepada masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya untuk menikmati seni botani bertaraf internasional. Dan kami ingin berpartisipasi dalam 'lebaran seni' yang saat ini sedang berlangsung di Kota Yogya. Kami berusaha menyampaikan pesan bahwa menjaga tumbuhan bukan hanya tugas para ahli [botani] tetapi juga tanggung jawab kita semua."
Perhelatan seni botani ini juga menampilkan sederet kegiatan partisipatif seperti demo seniman, art jam berupa ruang ekspresi bersama yang bersifat spontan dan kolaboratif, temu wicara “Bambu dan Pangan Lokal” bersama Sekolah Pagesangan dan Yayasan Kehati, serta tur galeri.
Memulihkan ingatan cerita pangan
Kita sedang merasakan dua bentuk krisis sekaligus: krisis lingkungan dan krisis ingatan. Alam dirusak oleh eksploitasi, sedangkan pengetahuan kita turut tergerus oleh pola konsumsi instan. Kita pun mempertanyakan masa depan pangan untuk negeri ini.
Berangkat dari karya para seniman botani, jali-jali dan suweg bukan lagi sekadar tumbuhan liar, melainkan tapak kedaulatan pangan, penanda ingatan ekologis, dan simbol perlawanan terhadap pemusnahan hayati. Berkat sapuan kuas, goresan pensil, dan tuturan cerita, para seniman telah menampilkan keagungan tetumbuhan, sekaligus menanamkan kembali rasa hormat kepada kekayaan alam yang terlupakan.
Hari ini seni botani bukan semata soal keindahan, tetapi juga ajakan mengingat dan menyelamatkan kekayaan itu.
Link artikel: https://nationalgeographic.grid.id/read/134272909/seni-botani-untuk-cerita-pangan-yang-asing-di-tanah-sendiri