Kesatuan Alam Sadar dan Bawah Sadar
Pandemi Covid-19 telah membuat perubahan besar dalam tatanan hidup manusia. Bagi seorang perupa seperti Putu Wirantawan, perubahan itu justru menghasilkan sebuah karya lukisan berukuran besar dalam pikiran dan angan-angan yang sadar serta bawah sadar.
Ratusan sketsa dengan media pensil, bolpoin, carchoal, dan pastel di atas kertas terpajang di dinding Bentara Budaya Jakarta. Sketsa itu hanya segelintir dari 3.268 sketsa yang dibuat Putu Wirantawan (53) sejak Desember 2019 hingga Maret 2022. Wirantawan mengarsipkan ribuan sketsa itu dengan rapi dalam beberapa map plastik.
Ribuan sketsa itu merupakan bagian dari proses penciptaan Wirantawan dalam menghasilkan sebuah karya besar berjudul ”Unification Of Galaxy Energy Realm Of Consciousness–Unconcious” yang dibuat sejak tahun 2020 sampai pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir di Indonesia pada 2022. Lukisan ini baru pertama kali dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada 29 Mei hingga 5 Juni 2025 dengan tajuk Gering Agung.
Karya ini berukuran 13,5 meter x 3 meter yang terdiri atas sembilan panel, masing-masing berukuran 3 meter x 1,5 meter. Wirantawan melukisnya dengan menggunakan pensil dan bolpoin di kertas khusus gambar.
Dari kejauhan, lukisan ini terlihat seperti gugusan galaksi dengan sejumlah lingkaran yang berada di sisi kiri dan kanan sebuah lingkaran besar. Warna hitam dan abu-abu sangat mendominasi lukisan ini sehingga terasa kuat, misterius, dan elegan. Meski demikian, ada beberapa kombinasi warna biru, kuning, jingga, dan ungu yang tersusun dalam sebuah komposisi, khususnya pada bagian lingkaran.
Wirantawan memasukkan bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran, segitiga, kotak, dan bentuk yang tidak beraturan. Ia juga menyisipkan unsur alam seperti air, api, udara, tanah, eter, serta berbagai macam zat seperti cair, padat, panas, dingin, halus, keras, dan terang atau gelap. Detail itu bisa dicermati dari jarak dekat.
Bentuk-bentuk itu merupakan simbol-simbol yang bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga mewakili perwujudan simbol-simbol yang ada di alam semesta.
”Seperti lingkaran, kan, sebenarnya itu perputaran kehidupan. Ada siang dan malam terus berganti-gantian. Jadi, sebenarnya semua adalah kode-kode dalam kehidupan. Seperti segitiga itu sebenarnya perwujudan menuju keilahian,” jelas Wirantawan saat ditemui, Rabu (28/5/2025) malam.
Meskipun mengedepankan pendekatan gaya abstrak, Wirantawan tetap menjaga dirinya berada dalam kesatuan suasana batin yang sadar dan bawah sadar. Bahkan, ia mengalami trans saat melukis. Tangannya seperti bergerak mengikuti apa yang sudah tergambarkan di kertas sehingga Wirantawan hanya menjalankannya.
Alam sadar dan bawah sadar menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari Wirantawan saat berkarya. Karena itu, ada bagian dari gambarnya yang terstruktur dan sangat spontan. Bagi Wirantawan, keduanya harus ada dalam kehidupan sehingga perlu diselaraskan menjadi sebuah harmoni dan keseimbangan.
Di dalam setiap lingkaran, Wirantawan meletakkan sebuah titik yang menjadi pusat tujuan perjalanan kehidupan. Tujuan hidup berupa pencarian kesempurnaan dalam bentuk kebahagiaan dan mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta.
Proses berkarya Wirantawan layaknya bermeditasi secara visual. Ia menikmati setiap prosesnya dengan fokus tanpa pamrih sehingga energi baru terus mengalir. Proses yang mengalir itu dinikmati oleh Wirantawan sehingga tidak ada bagian yang dihapus. Gambar itu seperti berjalan secara mandiri tanpa ada sesuatu yang dianggap salah.
Selama dua tahun, Wirantawan mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk mengerjakan ”Unification Of Galaxy Energy Realm Of Consciousness–Unconcious”. Ia setiap hari melukis tiap bagian dengan penuh kesabaran sejak pukul 04.00 pagi.
Emosi Wirantawan tetap terjaga meskipun dalam kondisi serba sulit saat pandemi Covid-19. Ia tetap terus melukis meskipun musibah itu membuatnya kehilangan pekerjaan karena sulit menjual karyanya.
Di tengah kecemasannya, bibinya menawarkan pekerjaan sebagai kuli bangunan. Itu tawaran yang tidak pernah terpikirkan oleh Wirantawan yang sehari-hari berkutat dengan kertas, pensil, dan bolpoin. Ia hanya ingin bertahan hidup dan yang terpenting tidak mengganggu aktivitasnya dalam melukis. Alhasil, ia juga bekerja sebagai asisten tukang yang mengadon semen dan pasir.
Wirantawan berusaha mengendalikan egonya dengan cara melukis. Rasa amarah dan hal-hal negatif bisa diredam dengan melukis sehingga hidup menjadi termuliakan.
Hakikat seni rupa
Seniman asal Bali itu berani melawan seni kontemporer yang dipenuhi oleh bentuk-bentuk surealis dan berbagai macam media lukis. Wirantawan hanya menggunakan alat gambar sederhana berupa pensil dan bolpoin yang digoreskan di atas kertas khusus untuk menggambar. Tiga benda itu sepertinya tidak asing lagi bagi semua orang saat pertama kali menggambar.
Meskipun menempuh pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Denpasar, Bali, dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Wirantawan lebih menonjolkan kesederhanaannya dalam berkarya daripada menampilkan teknik-teknik yang rumit. Kurator Bentara Budaya, Putu Fajar Arcana, melihat Wirantawan kembali ke hakikat seni rupa berupa garis dan komposisi, tetapi menghasilkan karya yang otentik.
Pemikir Kebudayaan dan Penulis Seni Jean Couteau pun terenyak oleh elemen-elemen yang ditampilkan oleh Wirantawan yang terasa asing dalam seni kontemporer. Wirantawan tidak hanya memperlihatkan sebuah komposisi, tetapi juga medan simbolik yang luas, ambisius, dan sarat muatan metafisik.
Dalam menggarap lukisan ini, Wirantawan terlihat ada obsesi sehingga ada bentuk yang tertata seperti geometris. Di sisi lain, ada bentuk fantasi ciptaannya sendiri. ”Sehingga dunia yang dia ciptakan bukan dunia yang mati, tetapi dunia yang hidup. Kita betul-betul berada di tengah perputaran benda-benda kosmis,” kata Jean.
Kekhasan Wirantawan dalam berkarya telah membawanya bisa berpameran tunggal di Maia Contemporary Gallery, Mexico City, Meksiko, pada 2024 lalu. Karyanya diinterpretasi selaras dengan kebudayaan suku Maya.
Lewat karyanya, Wirantawan berharap bisa memberikan pencerahan dan kebahagiaan batin bagi siapa saja yang melihatnya. Dia ingin jiwa manusia bisa damai dalam menjalani kehidupannya. Sebab, kedamaian dan kebahagiaan merupakan esensi dari kehidupan.
Sungguh, hidup itu indah layaknya alam semesta yang selalu memberikan kebaikan bagi umat manusia dengan berbagai caranya, termasuk lewat musibah pandemi Covid-19 yang sudah berlalu. Namun, sisa-sisa jejaknya masih ada sampai sekarang, salah satunya lukisan ”Unification Of Galaxy Energy Realm Of Consciousness–Unconcious”.