Tubuh manusia menjadi poros eksplorasi dalam 10 lukisan Vy Patiah yang dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta. Gambar tangan dan kaki paling mudah “ditangkap” oleh mata. Namun, banyak metafora terselubung dalam lukisan tubuh yang tak utuh itu.
Dalam lukisan Vy, gambar potongan-potongan tubuh tenggelam di antara tumpukan garis-garis dan pola nirbentuk. Kepala dan wajah sosok dalam lukisan tersamarkan. Kaki dan tangan menjadi obyek paling dominan.
Lihat saja lukisannya berjudul “(…)” atau “Elipsis”. Lukisan ini menggambarkan delapan kaki dan lima tangan. Bagian tubuh lainnya tidak tampak jelas. Cenderung ada kesengajaan untuk menyembunyikannya di balik goresan-goresan yang mengundang tanya.
Karakter lukisan ini sangat kuat dengan garis-garis lentur yang mengalir dan ekspresif. Warnanya dominan merah gelap, mirip warna tanah. Latarnya hitam. Obyek selaput berwarna putih melayang di bagian tengah atas lukisan. Gambar itu mengundang interpretasi tentang sel atau benih sebagai cikal kehidupan.
Asmudjo J Irianto, kurator pameran bertajuk “Sebagian Hilang Bentuk” itu, mengatakan, representasi atau makna merupakan elemen penting dalam karya-karya Vy. “Namun, dalam seni lukis, makna tidak selalu menjadi elemen utama. Potensi estetik yang dihadirkan untuk dinikmati pemirsa sebagai pengalaman estetik pun sama pentingnya,” ujarnya dalam pembukaan pameran, Kamis malam (21/11/2024).
Pameran yang berlangsung hingga 28 November 2024 itu diresmikan kolektor lukisan, Greg Sarkissian. Pengunjung dapat menyaksikan pameran ini dengan datang langsung ke Bentara Budaya Jakarta pada pukul 10.00-18.00.
Menurut Asmudjo, sekilas lukisan-lukisan Vy tampak menyerupai genre populer saat ini, seperti arus pop atau lowbrow. Namun, karya Vy sebenarnya jauh dari jenis lukisan semacam itu. Pilihannya untuk menggali tema tubuh adalah langkah cerdas. Bukan hanya dari segi representasi dan refleksi kritis, tetapi juga dalam implikasi metode yang ia pilih dalam proses berkarya, termasuk caranya menghindari narasi verbal mengenai tubuh.
Vy menyadari ia harus menemukan metode melukis yang bisa menampung keresahan dan harapannya dengan mengembangkan konsep visual yang kuat.
Keberadaan seniman perempuan dan representasinya dalam seni rupa kontemporer sering dikaitkan dengan dimensi politik identitas. Meskipun lukisan Vy tidak secara langsung mengkritik budaya patriarki, tetapi karyanya tetap berhubungan dengan isu ini.
Oleh sebab itu, Vy menyadari ia harus menemukan metode melukis yang bisa menampung keresahan dan harapannya dengan mengembangkan konsep visual yang kuat. “Dalam konteks ini, karya-karya Vy dalam pameran ini dapat dikaitkan dengan konsep embodiment (penubuhan) dan somaestetika,” ujar Asmudjo.
Dalam tulisan pendamping kuratorial, kurator Bentara Budaya Jakarta, Hilmi Faiq, menyebutkan, lukisan-lukisan Vy dapat dilihat sebagai ungkapan konflik antara id (keinginan primal), ego, dan superego. Figur yang tidak utuh mencerminkan ketidakpastian identitas dan keinginan untuk mengeksplorasi fantasi tanpa terikat pada norma-norma sosial yang ketat.
Secara keseluruhan, lukisan-lukisan tersebut merupakan refleksi mendalam tentang hubungan antara tubuh, identitas, dan pengalaman manusia dalam arena sosial-politik yang lebih luas. “Melalui berbagai perspektif ini, semestinya kita dapat lebih memahami modus operandi individu berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka serta cara membangun makna dalam kehidupan melalui seni,” ujarnya.
Vy mengaku terbiasa menggambar tubuh yang tak utuh. Ia sengaja menonjolkan gambar tangan dan kaki karena kedua organ itu sering menandai ruang gerak pertama dari aktivitas tubuh manusia. Namun, lukisannya menangkap pesan yang lebih jauh dari sekadar memaknai tubuh dalam konteks fisik.
“Banyak metafora di dalamnya. Tubuh tak cuma ranah fisik. Ada juga gugatan mental dan psikologis. Sekilas, mungkin tidak bisa langsung melihat ekspresi imajiner yang aku buat. Ini memang sengaja. Aku ingin mengajak orang-orang memberikan rasa kesadaran yang lebih dan detail,” ucapnya.
General Manager Bentara Budaya Ilham Khoiri menyampaikan, pergulatan Vy dalam mengulik tubuh manusia menjadi menarik karena disajikan lewat balutan ragam dekorasi yang kaya. Pola bentuk dekorasinya cenderung bebas, acak, dan tidak bisa dipastikan sebagai obyek tertentu. Kadang mirip flora (tanaman), kadang mirip fauna (hewan). Kadang juga seperti tentakel atau jeroan organ dalam makhluk hidup. Tetapi, lebih sering hanya menyerupai saja.
Vy merupakan seniman muda dan aktif dalam Bentara Muda di Jakarta yang pertama kali dibentuk pada 2011. “Pameran ini menandai komitmen Bentara Budaya dalam memanggungkan seniman muda. Anggap saja pameran ini sebagai upaya memprovokasi Vy untuk lebih kreatif lagi dalam berkarya,” kata Ilham.