Made Kaek, seniman asal Bali menggelar pameran tunggal di Bentara Budaya Yogyakarta. Pameran berjudul Kala Api, The Age of Pawns ini dibuka Suwarno Wisetrotomo, Jumat (23/08/2024) dan akan berlangsung hingga 30 Agustus mendatang. Pembukaan pameran dimeriahkan garapan tari kontemporer Agung Gunawan.
Bagi Made Dharma Susila, nama asli Made Kaek, pameran di Yogyakarta seperti pulang kampung. Sekaligus membangkitkan nostalgia 30 tahun silam ketika ia memutuskan untuk menekuni profesi sebagai seniman. Made Kaek lahir 23 Januari 1967 ini adalah sarjana hukum alumnus Universitas Atma Jaya (1985-1991). Tetapi, selama kuliah di Yogyakarta ia banyak bergaul dengan mahasiswa seni asal Bali yang bergiat di kelompok Sanggar Dewata Indonesia.
“Di Yogyakarta saya mendapat kemantapan hati untuk menjadi seniman,” kata Made.
Ketika itu ia merasa kewajiban kuliah hukum, sesuai saran ayahnya yang seorang advokat adalah formalitas. Sementara itu idealitas panggilan jiwanya sangat kuat ke seni rupa. Darah seni mengalir dari ibu saya yang penyanyi keroncong dan kakek saya yang seorang penari,” katanya.
Pameran ini memang ia dedikasikan kepada kakeknya, I Wayan Glebag, seorang seniman tari baris yang terkenal pada zamannya sehingga lahir sebutan ‘gaya geblag’. Murid Geblag tersebar di seantero Bali, salah satunya adalah seniman yang juga akademisi Prof Made Bandem, mantan Rektor ISI Yogyakarta.
Made Kaek berkarya menggunakan berbagai medium dengan objek dan figur —seperti sering ia sebut— yang berkelindan di alam bawah sadar yang menjadi salah satu sumber inspirasinya.
Bentuk-bentuk figur dan sosok ini pun mengalami evolusi dan kemudian setelah tiga dasawarsa bertransformasi ke tiga dimensi.
Ketika mempersiapkan pameran tunggal ‘Cryptic, Sublimity of Made Kaek’ pada 2022 ia mulai membuat patung berdasarkan sketsa, drawing maupun lukisannya dengan bahan batu paras dan kayu.Dalam pameran ‘Kala Api, The Age of Pawns’ ini Made Kaek menampilkan 34 patung dan menyertakan sebuah lukisan di atas kanvas.
Made Kaek menyebut karya dalam pameran kali ini juga merespons keriuhan masa Pilpres 2024 yang masih berlanjut hingga kini, apalagi memasuki pemilihan kepala daerah (pilkada), di mana banyak pihak berlaga seperti bidak-bidak di atas papan catur.
Makhluk-makhluk rekaan Made Kaek dengan misterinya masing-masing menungu peran dan dijalankan dengan berbagai strategi maupun cara untuk suatu tujuan: kemenangan dan kekuasaan.Kita sebagai bangsa sudah 79 tahun merdeka, tetapi masih banyak pribadi, masyarakat adat, kelompok minoritas, mereka yang terpinggirkan. “Dan sebagian rakyat belum merasakan kelegaan yang justru menjadi pion yang gampang dimainkan,” tutur Made Kaek.
Seniman sekaligus kuator seni Suwarno Wisetrotomo menyebut, pameran yang digelar Made Kaek ini digelar di momentum yang tepat. Kala Tanah Air sedang merayakan HUT ke-79 Kemerdekaan. Tema Kala Api dinilainya tepat dengan kondisi saat ini.
Dalam performance art saat pembukaan pameran, penari kontemporer Agung Gunawan membawakan judul pameran Made Kaek dalam sebuah narasi gerak yang sublim tentang kesadaran akan waktu dan api.
Agung menyebut suatu waktu ada seseorang memiliki api besar dalam jiwanya, namun tak seorang pun datang untuk menghangatkan dirinya. Orang-orang yang lewat tidak melihat apa pun kecuali sedikit asap yang muncul dari cerobong dan berlalu begitu saja melanjutkan perjalanan mereka.
Memang, itu bukan wewenang mereka untuk mengetahui tentang api besar dalam jiwa seseorang. Seiring perjalanan waktu, kitalah yang harus memutuskan bersama tentang kesadaran akan nyala api yang ada pada diri masing-masing: kala api, api kala.(din)