Di tepi samudera, Ramawijaya telah merentang busur panah Bramastra, berniat mengeringkan lautan demi bisa menyeberang ke
Alengka. Dewa Laut Bathara Baruna mengingatkannya.
“Kerinduan dan kemarahanmu itu, benarkah setara dengan kematian seluruh rakyatku?”
“Bagi lelaki yang hatinya kerontang belasan tahun, apa pun sebanding.”
“Yang kaubutuhkan adalah jembatan untuk menyeberang, Ramawijaya. Ini laut kami. Pintarlah. Kami mampu menyangga batu-batu agar mereka tetap mengambang. Bagaimana menurutmu?”