BLANDONG
Pameran Alat-Alat Pertukangan
Seniman: Didik Kapal, dr Didi Sumarsidi, Edi Sunaryo, Heri Gaos, Iwan Ganjar, Nita Azhar, Pak Well dan Rembrand.
Pembukaan pameran: Jumat, 15 November 2024, Pukul 17.00 WIB
Dibuka oleh;
Nita Azhar (Desainer)
Kolaborasi Musik:
Gatot Danar S, Annisa Hertami, Winarto Sabdo, Meuz Prast, Irwan Guntarto dan Sriyadi Srintil
Pameran Berlangsung: 16-23 November 2024, Pukul 10.00-21.00 WIB
Tempat: Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto no 2, Kotabaru, Yogyakarta
Dalam pameran BLANDONG kali ini kami menampilkan gambar dan foto tentang hutan dan pohon-pohon langka yang ada di Jawa saat ini yang jenis dan jumlahnya sangat langka, serta alat-alat pertukangan terutama alat-alat untuk tukang kayu, namun kami juga menampilkan berbagai alat-alat pertukangan lainnya, untuk menambah wawasan tentang dunia pertukangan, seperti tukang batu, tukang besi, tukang sepatu, tukang cukur, tukang batik, tukang becak, tukang andong, tukang gambar, tukang ukir , tukang mebel, tukang pijat, tukang jahit.
Alam kehidupan di tanah Jawa pada jaman dahulu mengalami perubahan tergantung pada aktivitas gunung berapi yang ada di dekatnya. Mahapralaya adalah sebuah peristiwa bencana alam terbesar berupa letusan gunung Merapi di Jawa pada tahun 1016. Akibatnya sungguh luar biasa kehidupan manusia maupun lingkungannya. Banyak yang musnah diterjang banjir lahar panas maupun dingin. Menurut catatan lahar Gunung Merapi mengalir ke arah selatan hingga ke wilayah Sargede atau Kotagede. Kemungkinan rakyat Mataram Hindu sudah mengungsi ke wilayah timur Pulau Jawa karena sebelumnya sudah beberapa kali Merapi erupsi cukup besar, yaitu pada tahun 882 dan puncaknya pada 1016 itu.Tetapi, sebenarnya wilayah Mataram Hindu ini sudah ditinggalkan penduduknya karena serangan Kerajaan Sriwijaya ke Jawa sehingga Mpu Sindok pindah ke timur.
Akibat mahapralaya sungguh menyedihkan. Banyak korban jiwa, candi -candi Hindu Buddha rusak parah, apalagi rumah - rumah rakyat. Kala itu obat-obatan sangat minim, bisa dibayangkan jika seseorang terkena lahar panas, kecil kemungkinan akan selamat.
Maka kerajaan Mataram Hindu dan penduduknya berbondong-bondong pindah ke Jawa Tengah atau ke Jawa Timur. Akibat mahapralaya, daerah yang diterjang lahar Merapi vegetasinya musnah termasuk hutannya. Setelah kejadian itu kemudian tumbuhlah pohon-pohon mentaok sejenis pohon pinus tetapi berdaun lebar, bukan daun jarum, wilayah itu lalu dinamakan Alas Mentaok setelah 500 tahun kemudian. Alas Mentaok akhirnya dibabad untuk perdikan Ki Gede Pemanahan dan putranya Sutowijoyo. Sebagai hadiah dari Sultan Pajang Hadiwijoyo karena dapat mengalahkan Arya Penangsang dari Jipang.
Pada cerita Babad Alas Mentaok, di mana Ki Pemanahan, Ki Juru Martani dan Danang Sutawijaya membuka hutan Mentaok mereka dibantu para pengikutnya dari daerah Purwodadi dan Grobogan yang berprofesi sebagai petani, pedagang, blandong, serta tukang kayu. Dari sinilah cerita tentang blandong ini kita mulai. Blandong adalah sebutan untuk tukang penebang pohon. Pada masa dahulu pada awal berdirinya Sargede atau kemudian berubah menjadi Kotagede, para tukang kayu giat membangun rumah - rumah dari kayu untuk perdikan Ki Pemanahan sekeluarga dan para pengikutnya, kayu dari alas pohon mentaok dan jati menjadi bahan untuk rumah dan perabotan.
Ciri-ciri karya para tukang kayu pada saat itu bisa dilihat pada permukaan kayunya yang cenderung tidak rata agak bergelombang, biasa disebut PETHÉLAN. Jadi saat itu untuk meratakan permukaan kayu bahan membuat rumah ataupun mebel mereka menggunakan pethél, yaitu semacam kapak besi kecil yang cara memakainya diayunkan dengan tangan dalam posisi datar bukan miring, untuk meratakan permukaan kayu, seperti kerja alat ketam atau pasah. Sehingga hasilnya tidak rata atau bergelombang. Kemungkinan saat itu alat ketam atau pasah kayu sulit didapat karena jauh dari kota, apalagi para tukang itu ada di pedalaman. Biasanya bahan untuk daun meja atau pintu masih satu papan yang tebal dan lebar, maklum saat itu masih banyak pohon yang besar besar. Keahlian para tukang kayu waktu itu kemungkinan berasal dari zaman Majapahit yang secara turun-temurun diwariskan pada generasi mudanya. Model pethél ini bisa kita jumpai di daerah-daerah pedalaman yang banyak hutannya seperti Ponorogo, Blora, Tuban dan lain-lainnya.