Diskusi Budaya
“WARISAN ABADI NGENDON DALAM LANSKAP SENI LUKIS BALI”
Kerja sama : Perkumpulan Pelukis Baturulangun Batuan, Agung Rai Museum of Art
(ARMA), Bentara Budaya Bali
Hari/Tanggal : Minggu, 15 September 2024
Waktu : Pukul 14.00 – 16.00 WITA
Tempat : Luring – Agung Rai Museum of Art (ARMA), Ubud, Bali
Daring – Zoom dan YouTube streaming
I Nyoman Ngendon (lahir c. 1913), bukan saja dikenal sebagai seniman lukis dari Batuan, tetapi juga seorang pejuang kemerdekaan. Ia merupakan salah satu pendahulu seni lukis Gaya Batuan yang mengikuti pergaulan intens semasa pengaruh seni Barat masuk ke Bali seturut rekahnya praktik seni lukis Ubud yang melibatkan pelukis negeri manca: Rudolf Bonnet dan Walter Spies. Ngendon juga diakui sebagai pelopor dan aktivis seni yang mengembangkan praktik seni lukis Bali yang tidak lagi sebatas untuk persembahan atau keagamaan.
Pergaulan Ngendon sangat luas, tidak terbatas hanya di desa Batuan, Ubud, atau Bali. Sekitar tahun 1935, Ngendon pergi ke Yogyakarta, ia berkenalan dengan para pelukis revolusional. Semangat pemberontakan melawan penjajah kian tumbuh rekah, terlebih ketika ia mengetahui bahwa para pelukis revolusioner Yogyakarta tergabung dalam Persatuan Pelukis Indonesia (Persagi), didirikan Sudjojono dan Agus Djaya (1938).
Ngendon kemudian tergerak menciptakan poster-posterantipenjajah di Bali, tanpapeduliresikoyangakan dihadapinya, di manapihak berwenangBelandamulaimencapnyasebagaibagiandari kaumekstrimisyangmestidihadapidengansenjata.
Pada tahun 1946, Ngendon ditangkap pasukan NICA di Ketewel, dituduh sebagai kurir dan pejuang gerilya yang menyamar sebagai seniman. Ia pun disiksa dan akhirnya ditembak
mati NICA di kuburan Dentiyis, Batuan, pada 2 Juli 1947. Kematiannya kemudian dijadikan
oleh penjajah Belanda sebagai upaya menyebar ketakutan, dan mencegah bergolaknya gerakan perlawanan lebih jauh.
Pameran seni rupa lintas generasi yang diselenggarakan Perkumpulan Pelukis
Baturulangun Batuan bertajuk “A Tribute to I Nyoman Ngendon”, 3-22 September 2024 di
ARMA Museum, Ubud, merupakan sebuah penghormatan kepada salah satu seniman kunci dari gaya Batuan ini. Pameran diikuti sekitar 117 pelukis, 17 diantaranya telah berpulang, berikut seniman-seniman kelahiran antara tahun 40-an sampai 90-an, termasuk pula generasi Z (1997-2012) dan hingga terkini yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Sebagai kurator: Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, Anak Agung Gde Rai, dan Warih Wisatsana.
Seturut pameran ini diselenggarakan pula sebuah Diskusi Budaya “Warisan Abadi Ngendon dalam Lanskap Seni Lukis Bali”, bukan saja untuk membincangkan sosok Ngendon dan capaian karya-karyanya melalui beragam perspektif, namun juga visi masa depan berikut
elan kreatif masyarakat Desa Batuan sedini diwariskan para leluhur seturut suratan prasasti
berangka tahun 944 Caka (1022 M), yang menorehkan sabda Raja Marakata dari Wangsa
Warmadewa.
Prof. Adrian Vickers akan membahas mengenai posisi seni lukis gaya Batuan dalam
lanskap seni di Bali, terkhusus menimbang erihal kedekatan geografis dan perkembangan
berbagai teknis lukis khas di berbawai wilayah. Di sisi lain, Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana
akan memaparkan dari lanskap edukasi, di mana seni lukis Batuan berperan dalam
transmisi dan transformasi pengetahuan dari generasi ke generasi.
Adapun Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra akan menyoal dimensi seni lukis yang tidak hanya
berfungsi sebagai ekspresi artistik, tetapi juga sebagai alat pencitraan destinasi dalam
industri pariwisata.
Menarik pula menyimak perspektif sosiologis dan refleksi psikologis atas isu gender yang
tercermin dalam koleksi lukisan Batuan. Dua narasumber, yakni Dr. Jean Couteau serta
Robert Lemelson, Ph.D, akan mengulas secara mendalam sisi kolektif dan artistik dalam
komunitas desa Batuan, serta bagaimana dinamika gender di Bali, khususnya dalam
konteks sosial dan budaya, diwakili dan ditafsirkan melalui karya seni ini.
Profil Narasumber:
Prof. Adrian Vickers
Profesor Studi Asia Tenggara di Universitas Sidney ini telah meneliti Indonesia selama
hampir 30 tahun. Dalam periode itu, ia telah mengamati perubahan hubungan antara
Australia dan Indonesia. Disiplin ilmu sejarah, antropologi, dan budaya membantunya dalam
melakukan berbagai penelitian. Beberapa penelitian daerah yang telah dilakukannya antara lain “Bahasa Indonesia Sejarah dan historiografi”, “Indonesian Seni”, “Panji cerita di Asia Tenggara”, “Buruh dan globalisasi di kawasan Asia-Pasifik” dan “Hubungan Australia-Indonesia”. Saat ini, ia juga sedang menjalani sejumlah proyek penelitian, seperti
“Sejarah Indonesia Sejak Jatuhnya Soeharto”, “Bahasa Indonesia Migrasi Tenaga Kerja ke
Australia Utara”, “Industri Pakaian di Kawasan Asia-Pasifik” dan “Sejarah Seni Lukis Bali”. Ia
juga telah menulis sejumlah buku, salahsatu di antaranya adalah Peradaban Pesisir: Menuju
Sejarah Budaya di Asia Tenggara.
Prof. Dr. Nyoman Darma Putra
Mengajar sastra Indonesia di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana (Bali) dan
merupakan guru besar di School of Language and Cultures, University of Queensland. Dia
adalah penulis A literary mirror: Balinese reflections on modernity and identity in the
twentieth century (KITLV/Brill, 2011). Juri Hadiah Sastera Rancage untuk Bali sejak 2000.
Pernah menjadi peneliti pasca-doktoral di KITLV Leiden (2010), The Cross-Cultural Centre
Ascona, Swiss (2012), dan University of Melbourne, Australia (2015). Bukunya yang
berkaitan dengan sastra Bali modern adalah Tonggak Baru Sastra Bali Modern (2010).
Sejak 2011, dia menjadi pemimpin edaksi Jurnal Kajian Bali (akreditasi Sinta-2). Sejak
Februari 2022, diangkat sebagai Koprodi Doktor (S3) Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Unud. Tahun 2022 terpilih sebagai salah satu dari 29 ilmuwan internasional dari berbagai
bidang studi dan kepakaran untuk menjadi mentor peneliti Indonesia. Ia dinobatkan sebagai ilmuwan internasional dari The Conversation Indonesia. Penerima anugerah Bali Jani Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 2022.
Prof. Dr. I Wayan 'Kun' Adnyana
Perupa profesional yang telah menyelenggarakan pameran tunggal bereputasi lintas bangsa, seperti di Tainan, Taiwan (2018), Sidney, Australia (2019), dan Slupsk, Polandia
(2023), juga mengemban amanah Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali (2019-2021). Kini
sebagai Rektor Institut Seni Indonesia (ISI Denpasar) periode 2021-2025. Melakukan riset
mendalam tentang seni lukis Bali hingga ke Leiden, Harlem, dan Amsterdam (2015), dan
memimpin muhibah seni budaya ke Paris, Prancis (2023). Buku-bukunya, antara lain: Pita
Maha : gerakan sosial seni lukis Bali 1930-an (KPG, 2018), Barong Landung: Anak Agung
Sobrat (2017), Pita Prada: Kreativitas Emas bersama Agus Darmawan T dan Jean Couteau
(2009), Gigih Wiyono: Diva Sri Migrasi bersama M. Dwi Marianto (2008), dan Nalar Rupa
Perupa (2007). Penghargaan: Dharma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali (2024),
Anugerah Kebudayaan Indonesia Kategori Pelopor dan Pembaharu (2023), World Peace
Artist Awards dari Committee of Artists for World Peace, Republik Korea (2023), Kerthi Bali
Sewaka Nugraha dari Gubernur Provinsi Bali (2023), dan lain-lain.
Dr. Jean Couteau
Adalah seorang penulis multibahasa yang banyak menerbitkan tulisan dalam berbagai genre dan topik berbahasa Prancis, Inggris, dan Indonesia. Lulusan PhD Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales di Paris dan dosen tamu (S3 pascasarjana 2022) di Institut Seni
Indonesia Denpasar. Dia adalah spesialis terkenal budaya Bali: “Bali, 50 tahun Perubahan,
Percakapan dengan Jean Couteau,” 2022, dengan Eric Buvelot, “Bali Today I” (2005), “Bali
Today II” (2008), “Puri Lukisan ” (2000), “Un Autre Temps: les Calendriers Tika de Bali”
(2004), “Bali Inspires” (2011) dan “Time, Rites and Festivals in Bali” (2013, dengan Georges
Breguet), “Myth, Magic and Mystery ini Bali” (2018). Baru-baru ini ia menjadi editor tamu di
Timeless Yogyakarta. Ia juga dikenal sebagai kurator dan penulis seni dan menjadi editor
senior majalah seni kontemporer C-Arts. Ia juga terkenal dengan artikel-artikelnya tentang
budaya Bali yang diterbitkan setiap bulan dalam bahasa Inggris di majalah Now! Bali.
Robert Lemelson, Ph.D
Adalah seorang antropolog peneliti di Semel Institute of Neuroscience dan profesor
tambahan antropologi di UCLA. Mendirikan Elemental Productions (2017), yang dokus
memproduksi film dokumenter etnografi yang didedikasikan untuk memproduksi film yang
berfokus pada budaya, psikologi, dan pengalaman pribadi. Dr. Lemelson telah melakukan penelitian psikologis dan antropologi visual di Indonesia, di pulau Bali dan Jawa, setiap tahun selama 25 tahun terakhir, dan karyanya telah muncul di berbagai jurnal dan bab buku.Ia adalah salah satu editor dua volume dengan Cambridge University Press: “Understanding Trauma: Integrating Biological, Clinical, and Cultural Perspectives” dan “Re-Visioning Psychiatry: Cultural Phenomenology, Critical Neuroscience, and Global Mental Health.” Buku terbarunya, “Afflictions: Steps Toward a Visual Psychological Anthropology,” diterbitkan pada tahun 2017 oleh Palgrave Press.