Pameran Seni Rupa
"PER-EMPU-AN"
Sosok Perempuan di Mata Seniman
Koleksi Bentara Budaya dari tahun 1941 – 2019
Pameran berlangsung: 24 April - 28 Juni 2024, pukul 10.00 - 17.00 WIB (Sabtu, Minggu, dan Hari Libur Nasional Tutup)
Tempat: Bentara Budaya Art Galery, Menara Kompas
Dalam rangka memperingati Hari Kartini, Bentara Budaya menyelenggarakan Pameran Seni Rupa bertajuk “PER-EMPU-AN” yang menghadirkan koleksi lukisan “sosok” Perempuan di mata seniman. Lukisan – lukisan ini merupakan koleksi Bentara Budaya sedari tahun 1941 sampai 2019.
Kita dapat menyaksikan 56 koleksi karya seni rupa lintas generasi mulai dari yang tertua tahun 1941: Putri Mangkunegara VII karya Soebanto, hingga yang terkini tahun 2019: Ambrosia karya Harindavati.
PER-EMPU-AN: PETARUNG KEHIDUPAN PENUH WELAS ASIH
Perempuan – perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka..
Mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan – perempuan perkasa
akar – akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota..
Mereka cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa..
Itulah nukilan puisi Perempuan-Perempuan Perkasa karya penyair Hartoyo Andangjaya. Nukilan itu membayangi kami sewaktu memilih lukisan koleksi Bentara Budaya yang hendak ditampilkan dalam pameran Per-Empu-an. Adakemiripan semangat dengan dengan tema pameran yang digelar untuk mengingat semangat perjuangan Kartini itu. Semangat dan perjuangan tersebut kemudian ditarik sebagai tema besar, dan kita tempatkan ke dalam lanskap pergumulan perempuan di Indonesia.
Bentara Budaya memilih sebanyak 56 koleksi karya seni rupa. Koleksi tertua adalah lukisan yang dibuat Soebanto tahun 1941 yaitu Putri Mangkunegara VII. Adapun koleksi terkini adalah karya berjudul Ambrosia karya Harindarvati tahun 2019. Mereka sekaligus menjadi wakil generasi. Soebanto kelahiran awal 1900an, sedangkan Harindarvati lahir pada era tahun 1980an. Pemilihan koleksi didasari oleh berbagai pertimbangan. Yang utama adalah kesesuaian karya dengan tema perjuangan perempuan dalam kehidupan, seperti yang pernah diperjuangkan oleh Kartini.
Pada sejumlah karya, tampak jejak juang perempuan di balik tembok keraton hingga perempuan desa dengan sawah-sawahnya. Ada perempuan desa, hingga para sosialita di gemerlap kota. Dari penari tayub di pelosok desa, hingga penari goyang di panggung hiburan. Dari para bakul di pasar-pasar, hingga para pekerja migran di negeri orang.
Jika diperhatikan dari karya koleksi yang ditampilkan, secara umum para pelukis generasi "old master" mempunyai pandangan ideal tentang perempuan adalah sosok ibu, pengayom, penyayang, dan istri setia. Seperti lukisan Istri karya Soedibio. Mereka juga pejuang pembela keluarga, pencari nafkah untuk keluarga atau breadwinner seperti kita jumpai pada karya Batara Lubis, dan Ipe Ma’aruf.
Seniman pada generasi setelah para senior itu, banyak memotret perempuan dalam berbagai fungsi, peran, dengan segala problematika hidup yang luas dan kompleks . Mereka hidup di tengah merebaknya pemikiran tentang peran ganda, identitas, persamaan hak, dampak industrialisasi, hubungan antar warga yang makin renggang kesepian khas masyarakat modern dan lainnya.
Karya-karya dalam pameran sedikit banyak mencatat langkah para petarung perkasa, penuh rasa welas asih yang memang bersemayam dalam nalurinya itu. Kita jadi teringat ucapan Kartini, “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya ..”
Efix Mulyadi & Frans Sartono
Kurator Bentara Budaya
Baca juga: WASTRA NUSANTARA, CERITA KEMAJEMUKAN BUDAYA DAN PERJUANGAN PEREMPUAN
Baca juga: PER-EMPU-AN: PETARUNG KEHIDUPAN PENUH WELAS ASIH
Baca juga: MENGUKUHKAN PEREMPUAN SEBAGAI "PER-EMPU-AN"