SANG PEMIKIR DAN BENDA-BENDA KOLEKSINYA
Ketika Koentjaraningrat menikah dengan Kustiani di Jakarta, 13 Agustus 1955, ia sebenarnya sudah tak lagi berada di Indonesia. Waktu itu Koen sudah harus berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi di bidang antropologi di Universitas Yale dengan beasiswa Fulbright. Namun, dalam kondisi demikian, mengikuti adat-istiadat Jawa, pernikahan tetap dapat dilangsungkan. Di hadapan penghulu, sosok Koentjaraningrat digantikan oleh keris miliknya, yang dibawa oleh seorang paman, orang kepercayaannya.Di sisi lain, meski saat menikah hanya dipertemukan dengan sebilah keris, mempelai perempuan Kustiani Sarwono Prawirohardjo, tak perlu berlama-lama hidup sendiri. Sebagai istri, Kustiani atau Stien, mantan murid Koen saat ia jadi guru di SMA I Jakarta (1950-1954), beberapa pekan kemudian sudah menyusul cintanya ke New Haven, Connecticut, tempat Univeritas Yale berada.
Tata cara perkawinan yang ditempuh Koentjaraningrat adalah contoh nyata bagaimana “kebudayaan”, yang merupakan konsep dan subjek utama dalam kajian antropologi, memainkan peran sentral sebagai peta jalan hidup dan pemandu bagi segala tingkah laku manusia sebagai mahluk sosial. Dalam kondisi sepelik apa pun, kebudayaan selalu punya solusi tentang keputusan yang sebaiknya diambil dan langkah yang seyogyanya ditempuh.Namun, jika sepanjang hayatnya Koentjaraningrat selalu memiliki dan menyimpan sejumlah keris, hal tersebut bukan semata-mata karena senjata tajam tradisional itu, dapat memainkan peran pengganti dalam sebuah ritus perkawinan.
Bagi pendukung budaya dan tradisi Jawa, apalagi yang menjadi bagian dari kaum aristokrasinya, keris adalah benda yang wajib dimiliki, dirawat, dan dijaga oleh setiap laki-laki. Sebagaimana keris-keris yang dimiliki kaum priyayi Jawa umumnya, keris-keris milik Koentjaraningrat mungkin adalah juga benda-benda pusaka yang dianggap bernilai sakral, karena merupakan hasil warisan turun-temurun dalam garis keluarga. Keris yang yang mewakili Koentjaraingrat dalam upacara perkawinannya merupakan keris warisan dari ayahnya, Raden Mas (RM) Emawan Brotokusumo, seorang warga Keraton Paku Alaman, Yogyakarta. Benda klangenan lain yang diwariskan Koentjaraningrat adalah koleksi perangkonya. Benda pos ini sudah mulai ia himpun pada zaman pendudukan Jepang, saat ia bekerja sebagai asisten di Perpustakaan Nasional. Sebagai karyawan perpustakaan, tugasnya pada masa itu adalah menjaga koleksi buku yang tak ternilai harganya milik Perpustakaan Nasional agar tak sampai dirusak atau dibakar bala tentara Dai Nippon, yang bermarkas persis di sebelah Museum Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, yang juga menjadi lokasi dari Perpustakaan Nasional.
Kegemaran mengumpulkan perangko bermula ketika pada masa antara 1942-1945 itu dimulai saat Koen saling berkabar lewat surat dengan kedua orang tuanya yang tinggal di Yogyakarta. Perangko dari surat-surat itulah yang kemudian ia simpan. Koleksinya terus bertambah setelah Koentjaraningrat menjadi ilmuwan yang kerap bepergian ke luar negeri. Koen selalu menyempatkan membeli perangko di setiap negara yang sedang ia kunjungi. Koleksi perangko Koen semakin banyak dan bervariasi berkat adanya surat-surat ia terima dari kerabat, sahabat, dan kolega dari berbagai belahan dunia. Dan, semuanya masih tersimpan rapi hingga hari ini.
Ilham Khoiri
General Manager Bentara Budaya & Communication Management, Corpcomm, Kompas Gramedia
-------------------------------------------------
Rangkaian Acara
“100 TH KOENTJARANINGRAT”
Pameran Lukisan, Pemikiran, dan Koleksi Koentjaraningrat
Pembukaan Pameran: Kamis, 08 Juni 2023, Pukul 19.00 WIB oleh Bapak Hilmar Farid, Ph.D (Dirjen Kemendikbudristek RI)
Pameran berlangsung: 9-15 Juni 2023, Pukul 10.00 - 18.00 WIB
Diskusi Publik, 9 Juni 2023 pukul 14.00 WIB
"Pemikiran Koentjaraningrat tentang Manusia Indonesia dan Masalah-masalah Kebangsaan Masa Kini"
Narasumber: Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto (Staf Pengajar Sarjana dan Pascasarjana Departemen Antropologi, Sandra Hamid, M.A., Ph.D. (Antropolog Budaya Lulusan University of Illinois, USA), Dr. Robertus Robet, M.A (Dosen Univ Negeri Jakarta, Lulusan STF Driyarkara)
Peluncuran & Diskusi Buku, 13 Juni 2023 pukul 13.30 WIB
"Seabad Koentjaraningrat: Persembahan dan Kenangan"
Narasumber: Iwan M. Pirous, M.A (Forum Kajian Antripologi) dan Irwan Hidayana, Ph.D. (Staf Pengajar Sarjana dan Pascasarjana Departemen Antropologi)
Diskusi Seni Rupa Koentjaraningrat, 13 Juni 2023 pukul 15.00 WIB
Narasumber: Asikin Hasan (Arsitek, Ahli Tata Ruang, Pengelola Event Seni) dan Efix Mulyadi (Kurator Bentara Budaya)
In Memoriam Koentjaraningrat, 15 Juni 2023 pukul 18.30 WIB
"Pementasan Wayang Oraang Bharata dengan Lakon “Gatotkaca Dapat Beasiswa”
Tempat: Bentara Budaya Jakarta, Jl. Palmerah Selatan No. 17 Jakarta Pusat
Baca juga : Pameran Lukisan, Pemikiran & Koleksi : 100 Tahun Koentjaraningrat