"𝐀𝐃𝐀𝐏𝐓𝐀𝐒𝐈 𝐊𝐈𝐒𝐀𝐇 𝐑𝐄𝐋𝐈𝐄𝐅 𝐂𝐀𝐍𝐃𝐈 𝐒𝐎𝐉𝐈𝐖𝐀𝐍"
Pembukaan, Selasa, 4 April 2023, pukul 17.00 WIB oleh Rm. GP Sindhunata, SJ.
Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto no 2, Kota Baru, Yogyakarta
Pameran berlangsung: 5 -11 April 2023, pukul 10.00 - 21.00 WIB
MENGGETARKAN DAN MENCEMASKAN (Keramik-keramik Dona Prawita Arisuta)
Keramik, bagi saya selalu menggetarkan. Atau lebih tepatnya, memunculkan rasa cemas. Sebuah karya – dalam beragam bentuk dan fungsi – berbahan utama tanah. Bentuk-bentuk itu, dilahirkan dengan melibatkan seluruh unsur semesta: air, api, angin. Melalui tangan terampil sang kreator, yang digerakkan oleh hati, benda-benda itu mewujud. Tentu saja setelah melalui proses pembentukan dan pembakaran dengan suhu antara 800 hingga 1200 derajat celcius. Lalu, dengan penuh harap, seusai pembakaran, si pemilik tangan terampil dengan pikiran dan hati penuh passion itu harap-harap cemas: apakah api mendukungnya, memenuhi kehendak atau hasratnya? Atau sebaliknya luput dari ekspektasi? Pecah, retak, meleleh, atau sempurna?
Jika, sebutlah hasilnya sesuai yang diharapkan, “benda” itu menggetarkan: kokoh, kuat, dan menghadirkan diri dalam realitasnya yang baru. Dari tanah, angin, air, api, tangan, dan hati, menjadi “sesuatu” yang baru. Tak hanya itu, ia pun mencemaskan: di balik kekokohannya itu, ia menyimpan ringkih. Karena benturan, apalagi jika jatuh dalam ketinggian dan situasi tertentu, ia akan retak, atau bahkan pecah berkeping. Saya selalu tertegun di hadapan keramik yang “bagus”, karena dapat digunakan sebagai medium merefleksi diri.
Barangkali refleksi semacam itu, dapat digunakan sebagai cara untuk memahami (mungkin sekadar menikmati) karya-karya Dona Prawita Arisuta. Bermula dari merenungi kehidupan dirinya, karena tengah menempuh studi, harus berpisah sementara dengan putri kembarnya: Ciara Raehana Qatrunada Kalani (Hanna) dan Ciara Nayara Manyari Kalani (Naya). Dona di Yogyakarta, putri kembarnya di Lombok bersama ayah dan keluarga besarnya. Hanna dan Naya tumbuh di tengah dunia yang bergegas, dikepung oleh peranti teknologi komunikasi yang riuh. Si kembar nyaris terperangkap pada peranti telepon pintar (smartphone) dan kurang (nyaris tidak) berinteraksi dengan orang lain. Betapa generasi anak-anak sekarang pun mencemaskan, karena dampak peranti teknologi komunikasi khususnya gawai yang menghadirkan segalanya secara cepat dan instan. Gawai tak memancing pikiran dan renungan. Bahkan seringkali penuh hal-hal banal.
Dari refleksinya itu, Dona tertambat pada relief Candi Sojiwan yang terletak di Desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Relief itu menyajikan narasi sarat nilai-nilai kehidupan yang mengadaptasi kitab Jataka dan Pancatantra. Kitab Jataka merupakan kanon kisah perjalanan samsara Buddha sebelum mencapai kesempurnaan rohani (menjadi seorang Buddha). Relief indah itu menyajikan dunia fabel – tokoh-tokoh utamanya binatang – yang menarasikan relasi penuh kebajikan, tanggung jawab.
Dona Prawita tergerak untuk menelusuri lebih dalam; mengumpulkan referensi, membangun konsep, membayangkan bentuk dan fungsi (edukasi) melalui kerja dan karya keramik. Proses kreatif ini sekaligus sebagai syarat utama untuk mengakhiri studi jenjang doktoral di Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Dona memasuki ruang asketik: Menyusun konsep, mencatat seluruh proses, membangun teori, kemudian berproses kreatif. Pergumulannya melahirkan naskah disertasi berjudul “Adaptasi Kisah Relief Candi Sojiwan Dalam Media Keramik Benda Keseharian”.
Dona bekerja secara simultan antara menulis dan berkarya. Karya-karya Dona bertumpu pada hasrat dan tujuan yang jelas, yakni menciptakan “benda keseharian”: perangkat minum (poci/teko beserta cangkir dan perantinya; piring, mangkuk, benda-benda permainan, dan lainnya, yang dapat digunakan sehari-hari). Benda-benda yang intim. Lalu lihatlah ornamen-ornamen, gambar-gambar (melalui teknik glasir) yang bersumber dari kisah fabel relief Candi Sojiwan.
Bukan jalan lempang yang dilalui Dona. Seperti lazimnya menempuh studi doktoral, tuntutan untuk diskursif, dan karenanya menempuh jalan penuh liku dan tikungan. Ia mulai dari penelitian material sejak Januari 2021. Kemudian mulai membuat sketsa-sketsa karya pada awal Maret 2021, dilanjutkan proses berkarya sejak 27 Mei 2021. Hasil akhir yang dipamerkan kali ini merupakan bukti kajian dan praktik artistiknya. Itulah ruang asketik yang mesti dialami. Ketika menulis ia menata seluruh pengalaman menjadi “struktur pengetahuan” yang terang dan denotatif. Sementara ketika berkarya ia justru menstimulasi ruang imajinasi, pesan-pesan tersamar yang mengundang makna konotatif. Keduanya ditempuh hingga menubuh.
Karya-karya keramik Dona ini, terdiri atas 14 judul (tema), meliputi sekitar 250an pieces, menjadi bagian penting dari naskah disertasinya. Demikian pun sebaliknya, naskah disertainya, menjadi bagian penting dari karya-karya keramiknya. Tak terelakkan, produk pengetahuan mesti disusun dengan sejumlah pedoman, sebagai bagian utama dari kerja akademik.
Selamat menikmati karya-karya yang menggetarkan sekaligus mencemaskan ini. Mendayagunakan seluruh unsur semesta, untuk menjadi kokoh. Mari bercermin pada keramik untuk mematangkan diri.
Suwarno Wisetrotomo
Pascasarjana ISI Yogyakarta/Ko-Promotor
Baca juga : Dari Relief Candi Menjadi Benda Keseharian